Jakarta, TAMBANG – Dalam rangka memeriahkan hari kemerdekaan Republik Indonesia, PT Gag Nikel memboyong anak pedalaman Raja Ampat untuk unjuk gigi. Mereka dikirim menjadi kontestan lomba tari nasional yang dihelat di pusat perbelanjaan atau mall di ibukota Jakarta.
Para kontestan terdiri dari siswa-siswi kelas lima dan enam Sekolah Dasar Negeri 13 Pulau Gag, Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat. Mereka mementaskan tarian Lalayon. Suatu tarian khas Pulau Gag yang biasanya dipakai untuk menyambut tamu kehormatan.
Meskipun bukan dilatih oleh sanggar tari kenamaan, ternyata mereka berhasil menampilkan tarian yang menghibur. Bahkan menyita perhatian para pengunjung mall yang terletak di kawasan Cibubur, Jakarta Timur itu.
Inisiatif mengikuti lomba tersebut, digagas oleh divisi pengembangan masyarakat Gag Nikel. Anak usaha pelat merah PT Aneka Tambang ini, ingin memamerkan potensi anak-anak yang berada di lingkar tambang.
“Selama ini keterampilan mereka hanya muncul di ajang lokal saja, belum merambah hingga level nasional. Untuk itu, dalam kesempatan peringatan hari ulang tahun Republik Indonesia ke-74 ini, kami coba ajak mereka manggung di ibukota,” kata Manager Community Development and General Affair Gag Nikel, Mustajir saat dijumpai di lokasi acara bertajuk ‘Lomba Tari Nusantara’ yang diselenggarakan oleh Ayodya Pala Indonesian Art Center itu, Sabtu (17/8).
Menurut Mustajir, tarian Lalayon merupakan salah satu kearifan lokal di Pulau Gag yang layak untuk diperkenalkan ke publik.
Berdasarkan catatan sejarah, tarian Lalayon diciptakan pada era Kesultanan Tidore, yang berpusat di Maluku Utara. Kalau dilihat secara geografis, letak Pulau Gag memang berada di tengah perairan Halmahera, Maluku Utara, dan jaraknya lebih dekat ke daratan Maluku dari pada ke Papua Barat.
Sebelumnya, Pulau Gag termasuk bagian dari wilayah Provinsi Maluku Utara, kemudian berkat kebijakan otonomi daerah, pulau tersebut beralih masuk wilayah administrasi Provinsi Papua Barat.
“Kami melihat tarian ini sebagai satu kearifan lokal peninggalan sejarah yang layak diekspos. Meskipun anak-anak dididik oleh sanggar rumahan, tapi penampilan mereka tidak kalah memukau dengan besutan sanggar profesional,” kata Mustajir.
Dalam kesempatan yang sama, pembina kesenian SDN 13 Pulau Gag, Nur Irma Abdul Karim bercerita, selama ini latihan tari anak didiknya hanya mengandalkan fasilitas yang terbatas. Asupan listrik di daerah yang hingga kini masih mengandalkan generator set, membuat mereka terpaksa latihan dengan alat seadanya. Meski demikian, hal tersebut tidak membuat mereka patah arang.
“Kami berlatih hanya pakai speaker kecil beli di pasar, terkadang hanya mengandalkan pengeras suara dari telepon genggam,” beber Irma.
Menurutnya, tampil di muka umum bertaraf nasional ini, bukan untuk memperebutkan piala juara. Tapi untuk mendongkrak semangat belajar anak-anak pedalaman Pulau Gag, yang sehari-hari tinggal di tengah lautan, di pulau terpencil yang jauh dari keramaian kota.
Salah satu anak didik Irma yang duduk di bangku kelas enam SD, Alfiyansah bilang, dirinya sempat mengalami mabuk laut dan udara selama perjalanan. Dari Pulau Gag transportasi awal ditempuh dengan kapal selama lima jam menuju Sorong, Papua Barat. Kemudian dilanjut via pesawat sekitar empat jam ke Jakarta.
“Naik kapal kami berombak-ombak, ada yang muntah-muntah sampai minta tolong (ke Irma), ibu..! ibu..! Sampai pusing juga ibu mau tolong yang mana,” celoteh Alfiyansah.
Pengalaman tampil di panggung nasional, sambung Alfiansah, membuat dirinya terobsesi untuk terus mengasah bakat seni. Ke depan, ia ingin mendalami berbagai jenis tari khas Raja Ampat, seperti tarian Cakalele dan Suling Tambur.
Kegiatan pengembangan masyarakat dari Gag Nikel ini, diharapkan dapat diperluas lagi jangkauannya. Hal tersebut disampaikan oleh pimpinan organisasi pemuda Pulau Gag yang ikut mendampingi pentas lomba itu, Hairul.
Menurutnya, Gag Nikel nantinya dapat turut melirik potensi di bidang lain yang ada di Pulau Gag, seperti pertanian, kesehatan, atau pengembangan bakat olahraga.
“Kami berharap Gag Nikel terus menjadi promotor, mendukung pertumbuhan mentalitas di mulai dari usia dini. Mungkin berawal dari pengembangan bidang seni, dan nanti melebar lagi ke bidang lainnya,” tuturnya.