Jakarta,TAMBANG,- Forum Bisnis Energi Rusia-Tiongkok (RCEBF) ke-5 resmi dibuka di Beijing, Republik Rakyat China (19/10). RCEBF merupakan acara tahunan yang diadakan sejak tahun 2018 sebagai bagian dari kerja sama antara Rusia dan China di bidang energi. Acara ini diselenggarakan di bawah naungan Russian Presidential Commission for Fuel and Energy Complex Development Strategy serta National Energy Administration of the People’s Republic of China. Acara ini juga diselenggarakan bersama dengan Rosneft, perusahaan minyak asal Rusia, dan China National Petroleum Corporation (CNPC).
Event ini memiliki peran penting dalam memperkuat kerja sama antara Rusia dan China serta menjadi platfrom untuk berdialog yang melibatkan institusi pemerintah, pelaku usaha, dan ahli industri dari kedua negara tersebut. Peserta yang hadir sekitar 500 peserta, termasuk perwakilan 100 perusahaan besar Rusia dan China dari berbagai industri, berbagai tokoh politik, ilmuwan, akademisi, pakar, dan analis terkemuka.
RCEBF berlangsung selama dua hari. Pada hari pertama, digelar forum diskusi mengenai kerja sama Rusia-Tiongkok dalam hal pengembangan energi hijau dan pendirian pusat pengetahuan yang sejalan dengan komitmen untuk menciptakan masa depan yang lebih berkelanjutan. Pada hari kedua, forum diskusi mengangkat pengembangan energi nuklir digital, teknologi pertambangan batu bara yang lebih mutakhir, dan ketahanan energi dalam konteks transisi energi.
“Rusia berkeinginan untuk memperkuat dan memperdalam kerja sama dengan China di seluruh rantai nilai sektor energi dan bidang terkait lainnya, termasuk teknologi, perangkat, dan pembiayaan proyek energi hijau. Saya meyakini kerja sama ini memiliki potensi besar dan kami sudah memulai tahap penerapannya.”ungkap CEO Rosneft Igor Sechin.
Rusia dan China terus memperkuat kolaborasi di segala bidang, termasuk perdagangan minyak. Total omset perdagangan minyak meningkat menjadi USD 660 miliar selama lima tahun terakhir. Selama 8 bulan terkahir pada 2023, Rusia menjadi pemasok minyak utama bagi China dan mengungguli Arab Saudi. Lebih dari 75 juta ton minyak dari Rusia telah dikirim ke China tahun ini, meningkat 25% dibandingkan tahun lalu
Dalam beberapa tahun mendatang, Rusia diperkirakan akan menjadi mitra dagang terbesar kedua bagi China di bawah AS, dan melampaui Jepang serta Korea Selatan. Perdagangan ekonomi antara Rusia dan China mencatatkan pertumbuhan hampir 30% secara year-on-year, mencapai total USD 176,4 miliar selama 9 bulan pertama tahun 2023.
“RCEBF resmi dibuka setelah One Belt, One Road Summit diselenggarakan dan melibatkan perwakilan dari 140 negara. Kami melihat adanya perkembangan regional pasar baru dan pembangunan jalur perdagangan alternatif di wilayar Eurasia. Ada juga proyek-proyek infrastruktur yang akan diterapkan dalam zona Eurasian Economic Union, Inisiatif Sabuk dan Jalan, serta Rute Laut Utara,”ujar Mr Sechin.
Menurutnya semua ini bertujuan untuk menciptakan konfigurasi transportasi baru yang mendasar di seluruh benua Eurasia. Inisiatif berskala besar ini dirancang untuk memastikan pembangunan ekonomi yang harmonis dan berkelanjutan di kawasan Eurasia dan di seluruh dunia.
Rusia dan China juga memperluas kerja sama di sektor nuklir, dengan proyek pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir dan komitmen terhadap transisi energi yang lebih bersih. Dengan adanya proyek infrastruktur besar seperti Uni Ekonomi Eurasia dan Inisiatif Sabuk dan Jalan, hubungan antara kedua negara semakin kuat dan diarahkan pada pembangunan ekonomi yang harmonis dan berkelanjutan di kawasan Eurasia dan di seluruh dunia.
“Hubungan antara Rusia dan China bisa disebut sebagai ‘Kemitraan yang Tak Terelakkan. Keduanya senantiasa bergerak menuju modernisasi, memperkuat keamanan nasional, dan berupaya mencapai swasembada teknologi. Di tengah ketidakpastian global yang signifikan, kami perlu menerapkan pendekatan baru untuk memastikan ekonomi domestik tetap bertumbuh, dan ini menjadi prioritas utama kami,” tutup Sechin.