Jakarta, TAMBANG – Mantan Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah dan Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana membentuk tim advokasi Perjuangan Rakyat Kalimantan Selatan Melawan Oligarki, yang disingkat Jurkani. Inisiatif tersebut digagas untuk mengusut kasus pembantaian seorang advokat benama Jurkani yang tewas diduga diserang kelompok penambang ilegal yang terafiliasi dengan oligarki.
Almarhum Jurkani menderita luka bacok serius setelah menerima serangan brutal di dekat konsesi Izin Usaha Pertambangan PT Anzawara Satria di Angsana, Tanah Bumbu, Kalsel, pada 22 Oktober lalu. Jurkani meninggal setelah dirawat 13 hari di Rumah Sakit Ciputra, Kabupaten Banjar.
“Berangkat dari keresahan dan kepedulian atas praktik oligarki dalam pengelolaan sumber daya alam di Kalimantan Selatan. Gabungan advokat, akademisi, aktivis lingkungan dan hak asasi manusia dari berbagai elemen masyarakat sipil lainnya sepakat membentuk tim advokasi ini,” Kata Febri Diansyah melalui keterangan resminya, Sabtu (20/11).
Menurutnya, kekuatan oligarki di Kalsel tidak hanya menyebabkan nyawa tak berdosa melayang, tetapi juga telah mengkooptasi aparatur negara dan penegakan hukum, dan membungkam kebebasan berpendapat.
Selain itu, sambung Febri, oligarki juga menimbulkan pelanggaran hak asasi manusia, kerusakan lingkungan dan bencana ekologi lainnya, menciptakan persaingan bisnis tidak sehat, membajak demokrasi, hingga memicu korupsi politik dan kekuasaan.
“Tim Advokasi juga melakukan langkah-langkah pencarian fakta, pendampingan saksi dan keluarga korban, serta konsolidasi internal,” tegas Febri.
Dalam keterangan yang sama, Denny Indrayana mengatakan, kasus seperti yang dialami Jurkani di Kalsel juga kerap terjadi sebelumnya. Seorang guru SD bernama Hadriansyah meregang nyawa karena memprotes aktivitas pertambangan.
Kemudian, Pengurus Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Trisno Susilo dikriminalisasi dengan vonis penjara 4 tahun. Wartawan bernama Muhammad Yusuf dijebloskan ke penjara dan meninggal secara janggal setelah mewartakan konflik perebutan lahan.
Lalu, Diananta Putra Sumedi, wartawan yang juga dibui karena memberitakan sengketa lahan yang dialami masyarakat Dayak.
“Tim Advokasi akan melakukan langkah-langkah pencarian fakta, pendampingan saksi dan keluarga korban, serta konsolidasi internal,” beber Denny.
Sebagai langkah awal, sambung Denny, dalam waktu dekat tim advokasi akan melakukan audiensi dengan Pimpinan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dan Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).
Untuk diketahui, tim advokasi bentukan Febri dan Denny ini melibatkan sejumlah advokat, akademisi dan aktivis, mulai dari Pengurus Besar Nahdhatul Ulama (PBNU), Muhammadiyah, Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), dan Universitas Lambung Mangkurat.