Beranda Mineral ESDM Klaim Bijih Bauksit Bakal Terserap Industri Dalam Negeri

ESDM Klaim Bijih Bauksit Bakal Terserap Industri Dalam Negeri

Ekspor bauksit
Ilustrasi: Tambang bauksit Amrun, Queensland, milik Rio Tinto. Sumber foto: couriermail.com.au

Jakarta, TAMBANG – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengklaim cadangan bauksit yang ada saat ini bakal terserap industri dalam negeri. Pernyataan ini menyusul kekhawatiran pelaku usaha usai pemberlakuan larangan ekspor komoditas pembuat aluminium tersebut pada Sabtu (10/6).

Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Tata Kelola Mineral dan Batubara, Irwandy Arif menyebut RI mampu memproduksi 30 juta metrik ton bauksit per tahun. Meski saat ini kuota yang terserap masih sekitar 14 juta metrik ton, dia optimis angka serapannya bakal naik secara signifikan.

“Memang produksi bijih bauksit dari yang ada sekarang, perusahaan yang menambang itu kurang lebih 30 juta metrik ton. Yang diserap oleh 4 smelter itu dalam tahap berkembang, baru 14 juta, Tapi dengan adanya dorongan bisa mempercepat tahapan penyerapan dan kemajuan produksi mereka itu makin lama makin besar,” ujar dia dalam sebuah diskusi, dikutip Rabu (14/6).

Dengan adanya kebijakan larangan ekspor ini, Irwandy berharap perusahaan yang terkena dampak segera menyelesaikan pembangunan smelter agar bisa melakukan kegiatan produksi. Irwandy menjelaskan, pengolahan bauksit menjadi lebih hilir penting dilakukan untuk meningkatkan nilai tambah dan memenuhi kebutuhan aluminium yang cukup besar.

“Dengan harapan yang sisa ini yang gak bisa ekspor, bisa mencapai pembangunan smelternya yang lebih bagus lagi untuk bisa menambang lagi dan memproduksi alumina untuk nanti menjadi aluminium yang kebutuhannya sekarang baru ditemui 250 ribu ton. Padahal kebutuhan kita untuk aluminium itu 1 juta ton,” ungkap dia.

Dia juga menegaskan bahwa larangan ekspor bauksit bukan kebijakan yang dilakukan secara mendadak. Pelaku usaha sudah diimbau sejak 3 tahun lalu soal pelarangan ekspor bauksit ini pasca ditetapkannya UU Minerba Nomor 3 Tahun 2020.

“Larangan bauksit 10 juni kemarin, itu sebenarnya sudah diperingatkan sejak lama pada saat UU nomor 3 tahun 2020 bahwa industri masih bisa melakukan ekspor 3 tahun setelah UU ini dikeluarkan. Diberi waktu dan dengan mendirikan smelter,” imbuh dia.

Untuk menyiasati kelebihan pasokan saat kebijakan ini diresmikan, pemerintah sebenarnya telah menargetkan 12 smelter bauksit terbangun. Namun hingga saat ini baru ada 4 smelter yang sudah berpoduksi.

Keempat smelter yang sudah berproduksi tersebut milik 3 perusahaan yakni yakni PT Indonesia Chemical Alumina milik PT Aneka Tambang, Tbk yang mengolah bauksit menjadi Chemical Grade Alumina.

Kemudian ada PT Well Harvest Winning Alumina Refinery yang sudah membangun dua line dengan kapasitas 2 juta ton Smelter Grade Alumina (SGA) per tahun. Ada juga PT Bintan Alumina Indonesia (BAI).

Dari ketiga perusahaan tersebut, kapasitas input bijih bauksit sebanyak 13,9 juta ton setahun. Sementara kapasitas outputnya sebesar 4,3 juta ton alumina setahun.

“Memang dari 12 smelter yang direncanakan itu hanya 4. Yang 8 ini masih sangat rendah. Kemajuan industrinya, progres pembangunan smelter,” beber dia.