Jakarta, TAMBANG – Pemerintah memastikan kebijakan larangan ekspor timah akan berlaku pada tahun 2023 mendatang. Hal ini dilakukan demi mentransformasi ekonomi industri sektor primer menuju industri berbasis nilai tambah.
Menteri Investasi merangkap Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia menyebut kebijakan ini sudah saatnya dlakukan pemerintah, mengingat selama ini hilirisasi timah dalam negeri hanya mencapai 5 persen. Sisanya diekspor ke luar berupa ingot timah.
“Timah terbesar di dunia penghasilnya adalah China tapi dia melakukan hilirisasi sampai 60-70 persen. kedua Indonesia tetapi Indonesia hanya melakukan hilirisasi sebanyak 5 persen. Selebihnya ekspor,” kata Bahlil dalam kuliah tamu di Kampus ITB, Bandung, Rabu (5/10).
Bahlil juga menyayangkan harga timah di pasar internasional karena diatur oleh negara yang tidak memiliki sumber daya timah. Karena itu, larangan ekspor timah ini sebagai sikap tegas pemerintah untuk bisa bersaing dengan negara maju.
“Lebih ironis lagi harga timah dunia dikendalikan oleh negara yang tidak mempunyai timah. ini kan lucu,” jelas Bahlil.
Bagi bahlil, hilirisasi adalah pintu masuk Indonesia untuk menjadi negara maju di tengah situasi ekonomi dan politik global yang tidak menentu. Mantan Ketua Umum Hipmi ini menceritakan bahwa tidak semua negara menginginkan Indonesia menjadi negara maju terutama lewat kebijakan hilirisasi.
“Tidak semua negara itu pingin Indonesia menjadi negara yang maju lewat hilirisasi. Sebab di negara G20, menentang hilirisasi ini,” imbuhnya.
“Saya kemarin pertemuan tingkat menteri di Bali, berdiskusi, saya mau goalkan ini menjadi konsensus itu butuh lobi 3,5 bulan,” pungkasnya