Jakarta, TAMBANG – PT Aneka Tambang (Antam) menjajaki peluang pasar baru untuk ekspor feronikel ke Eropa. Hal tersebut dilakukan lantaran penjualan ke pasar tradisional, khususnya India, mengalami hambatan akibat pandemi Covid-19.
“Kita jajaki ke Eropa, kita penetrasi pasar kembali. Kita mencari logistik terbaik yang bisa kita lakukan sehingga pasar Eropa bisa kita coba kembali,” ujar Direktur Niaga Antam, Aprilandi H Setia saat konferensi pers virtual, Kamis (11/6).
Menurutnya, pasar India merupakan target utama ekspor feronikel Antam, tapi karena India mengalami masalah keuangan dan memberlakukan kebijakan karantina wilayah atau lockdown, maka penjualan sementara dialihkan ke Tiongkok.
Adapun penjajakan ke pasar Eropa, dilakukan sebagai langkah antisipasi apabila sewaktu-waktu penjualan ke Tiongkok mengalami hambatan serupa. Mengingat penyebaran pandemi Covid-19 belum bisa diprediksi kapan berakhir.
BACA JUGA : PSBB Dibuka, ZINC Siap Datangkan Pekerja Asing Garap Proyek Smelter
“Kita ekspor ke beberapa negara seperti China, Korea, dan India. Kemarin dengan Covid-19 pembeli kita di India kesulitan dengan kondisi keuangan dan lockdown, sehingga kita alihkan ke China” paparnya.
Sejauh ini, kata Aprilandi, penjualan feronikel Antam masih dipatok sesuai target tahun 2020 sebesar 27 ribu ton. Untuk mempertahankan target, Antam mencoba fokus menjaga ritme produksi smelter yang ada di Pomalaa, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara.
“Untuk nikel kita fokus memelihara yang feronikel Pomalaa, itu kita jaga kondisi produksinya,” tegasnya.
Sementara itu, penjulan bijih nikel Antam untuk pasar domestik belum menunjukkan capaian yang signifikan. Kata Aprilandi, pihaknya masih bernegosiasi dengan para pemilik smelter agar membeli bijih nikel sesuai Harga Patokan Mineral (HPM).
Sebelumnya, Kementerian ESDM mendorong agar transaksi jual-beli bijih nikel domestik mengikuti HPM. Ketentuan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 11 Tahun 2020, yang ditandatangani oleh Menteri ESDM Arifin Tasrif pada April lalu. Munculnya aturan ini karena pihak smelter diduga memonopoli pasar domestik, dan membeli nikel dari penambang dengan harga yang terlampau murah.
BACA JUGA : Endus Mafia Niaga Nikel Domestik, DPR Bakal Bentuk Pansus
“Kami sudah negosiasi dengan pembeli agar dapat menerima dengan HPM, ini sudah kami upayakan sehingga ada titik terang kita bisa jual ke domestik. Masih ada beberapa dari pihak smelter yang tanya, namun secara umum HPM yang diterbitkan akan menjadi acuan harga jual-beli. Kami harap bisa membantu pendapatan kita,” ulas Aprilandi
Adapun Permen ESDM tersebut, mewajibkan pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi (OP) mineral logam mengacu pada HPM saat menjual bijih nikel. Aturan ini berlaku juga bagi IUP khusus (IUPK) OP mineral logam, serta untuk pemegang IUP dan IUPK OP yang menjual bijih nikelnya ke perusahaan afiliasi.