TAMBANG, JAKARTA. EKSPOR batu bara termal dari Colombia selama Mei lalu mencapai 7,4 juta ton, naik 10% ketimbang bulan sebelumnya. Ini merupakan ekspor tertinggi dalam tiga bulan terakhir. Data dari perusahaan perkapalan Deep Blue, sebagaimana dikutip pusat informasi tambang dan energi Platts hari ini menyebutkan, jumlah ekspor itu menunjukkan ekspor batu bara Colombia mendekati pulih. Ekspor sebesar itu hanya 0,7% lebih rendah ketimbang ekspor Mei tahun lalu.
Turki menjadi tujuan utama ekspor, dengan volume mencapai 1,6 juta ton. Padahal, pada Mei tahun lalu, ekspor ke Turki hanya 727.000 ton. Ketimbang April lalu, ekspor ke Turki naik 26%.
Ekspor ke Nederland juga mencapai titik tertinggi dalam tiga bulan terakhir, sedikit di atas 1 juta ton. Naik 57% dibanding April lalu, serta 38% di bawah April tahun lalu.
India juga menjadi pasar bagi batu bara Colombia. Meski biaya pengapalan naik, dan saat ini India sudah mendekati musim hujan, pengapalan ke India juga bertambah. Saat ini perusahaan Colombia sudah mendapat kontrak ekspor batu bara sekitarĀ 1 juta ton dari India.
Dua kapal ukuran besar sudah menurunkan muatannya di Korea Selatan dan Cina. Pengiriman ke India, sebanyak 161.000 ton juga sudah berlangsung. Para pembeli batu bara mencari alternatif pemasok, akibat berkurangnya ekspor dari Indonesia.
Untuk pengiriman ke India, sudah empat kapal yang dikirim ke India, Mei lalu. Penjualnya Glencore, sebanyak 500.000 ton. Angkanya turun ketimbang pengiriman pada April lalu, ketika Colombia mengekspor lebih dari 1 juta ton batu bara termal ke India. Meski demikian, volume pengiriman Mei lalu 95% di atas Mei tahun lalu.
Sejak awal tahun ini, telah dikirim batu bara termal sebanyak 16 kapal yang mengangkut 2,49 juta ton. Secara total, Colombia mengekspor 34,4 juta ton, dalam lima bulan pertama tahun ini.
Meski demikian, pengapalan batu bara dari Colombia menghadapi masalah dengan penutupan pelabuhan Carbosan-Sociedad Portuaria de Santa Marta, pertengahan Mei lalu.
Badan Pengawasan Lingkungan Colombia, biasa disingkat ANLA, menemukan kecurangan yang dilakukan pengelola pelabuhan, yang mengancam kehidupan binatang buas, udara, dan air, di sekitar pelabuhan. Akibatnya, pengapalan ditunda hingga awal Juni lalu.