Beranda ENERGI Migas Eksplorasi Hingga Eksploitasi Minyak dan Gas Indonesia

Eksplorasi Hingga Eksploitasi Minyak dan Gas Indonesia

Eksplorasi hingga eksploitasi minyak dan gas Indonesia.
Ilustrasi tambang minyak tradisional.

Sektor migas menjadi tulang punggung energi dan perekonomian sejak zaman kolonial. Dimulai oleh Belanda pada abad ke-19. Meskipun mengalami beragam tantangan, sektor migas tetap vital bagi Indonesia.

Jakarta, TAMBANG – Pemanfaatan minyak dan gas bumi (migas) di Indonesia memiliki peran yang signifikan. Di samping sebagai penyokong energi nasional juga menjadi salah satu penyumbang terbesar pendapatan negara bukan pajak (PNBP). Data Bauran Energi Primer Indonesia 2023 menunjukkan, posisi minyak bumi berada di urutan kedua sebesar 30%. Sedangkan, posisi gas bumi berada di urutan ketiga yaitu 16%. Kontribusi PNBP sektor ESDM yang berhasil disumbang oleh industri migas sebesar Rp117 triliun. Menjadi yang tertinggi setelah sektor mineral dan batu bara.

Dalam perjalanannya, sektor migas telah menjadi tulang punggung energi dan perekonomian Indonesia sejak zaman kolonial. Diawali pada abad ke-19 saat masa penjajahan Belanda. Pengusaha Belanda, Jan Reerink, menjadi yang pertama kali mencari sumber minyak Indonesia di Majalengka, Jawa Barat.

Eksplorasi minyak di Indonesia tahun 1883 berhasil menemukan sumber minyak bumi pertama di wilayah Hindia Belanda. Lokasinya berada di Telaga Tiga, dekat Pangkalan Brandan, Sumatera Utara. Pengusahaan minyaknya diserahkan kepada Aeilko J. Zijkler oleh Sultan Langkat.

Perusahaan minyak pertama milik Belanda, Royal Dutch Petroleum Company, memainkan peran penting dalam eksplorasi dan eksploitasi minyak di wilayah Hindia Belanda. Tahun 1885, minyak komersial pertama dihasilkan dari Sumur Telaga Tunggal I di Langkat, Sumatera Utara. Komoditas strategis ini dibutuhkan bagi kerajaan kolonial sebagai sumber energi kapal-kapal dan industri mereka.

Adrian Stoop, mantan pegawai Aeilko mendirikan perusahaan minyak lain di sekitar Surabaya pada 1887. Lokasi yang dinilai mengandung lapisan-lapisan minyak. Pengolahan minyak mentah pertama kemudian dibangun di Wonokromo, Surabaya, oleh Dordtsche Petroleum Maatschappij (DPM). Hasil pengolahan ini lebih banyak dipakai untuk lampu yang berbahan bakar minyak.

Tak jauh dari itu, Perusahaan Royal Dutch milik Belanda resmi berdiri tahun 1890. Dua tahun setelahnya, pengolahan atau kilang minyak Pangkalan Brandan mulai beroperasi. Hasil produksi minyak sebesar 1.200 ton pun berhasil ditorehkan dari lapangan Telaga Tunggal.

Eksplorasi minyak terus berkembang dengan ditemukannya ladang-ladang minyak baru di Kalimantan, Jawa, dan Sulawesi selama beberapa dekade. Meski pada akhirnya eksploitasi tersebut lebih dinikmati pihak Belanda ketimbang manfaat yang diterima oleh penduduk lokal atas kekayaan alamnya sendiri.

Setelah merdeka pada 1945, Indonesia menghadapi tantangan besar untuk mengambil kendali atas sumber daya alam, termasuk minyak dan gas. Lapangan sekitar Pangkalan Brandan dikembalikan ke pangkuan Ibu Pertiwi oleh Jepang lewat Perusahaan Tambang Minyak Negara Republik Indonesia (PTMNRI). Gejolak politik dan ekonomi terus terjadi. Setelah dibubarkan, PTMNRI beberapa kali berubah menjadi PN Perusahaan Minyak dan Gas Nasional (Permigan) hingga Tambang Minyak Sumatera Utara (TMSU).

Tahun 1957, pemerintah Indonesia melakukan nasionalisasi perusahaan-perusahaan minyak asing yang berpucuk pada pembentukan perusahaan minyak nasional, Permina. Perusahaan ini merupakan bagian sejarah dari pembentukan Pertamina setelah bergabung dengan Pertamin tahun 1968.

Industri minyak dan gas Indonesia berhasil menorehkan prestasi di periode 1970-an. Periode keemasan tersebut diwarnai oleh harga minyak dunia yang melonjak akibat krisis minyak pada 1973, di tengah posisi Indonesia sebagai salah satu eksportir minyak terbesar dunia. Bahkan di tahun 1977, industri minyak Indonesia berhasil mencatatkan produksi sekitar 1,6 juta barel per hari.

Pendapatan atas ekspor minyak digunakan untuk mendanai berbagai proyek pembangunan infrastruktur dan sosial di seluruh negeri, seperti jalan raya, sekolah, dan rumah sakit. Meski bermanfaat, ketergantungan pada minyak sebagai sumber utama pendapatan negara membuat ekonomi Indonesia rentan terhadap fluktuasi harga minyak dunia.

Tantangan yang dihadapi industri migas kian berat. Penurunan produksi minyak, meningkatnya permintaan energi domestik, dan kebutuhan untuk menjaga keseimbangan antara eksploitasi sumber daya alam dan perlindungan lingkungan.

Di Periode 2000-an, Indonesia mulai mengembangkan sektor energi lainnya, termasuk gas alam cair (LNG). Upaya ini dilakukan untuk mendiversifikasi sumber daya energi nasional. Sumber daya minyak yang kian menipis di tengah permintaan energi yang meningkat, mendorong pemerintah untuk menetapkan target mencapai kemandirian energi. Salah satu upaya lain yang dilakukan dengan mengembangkan energi baru dan terbarukan serta meningkatkan efisiensi energi.

Eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas tetap menjadi bagian penting dari ekonomi Indonesia. Pemerintah terus mendorong investasi dalam sektor ini. Mendorong eksplorasi lepas pantai yang lebih dalam dan pengembangan teknologi baru untuk meningkatkan produksi minyak dari ladang-ladang yang sudah tua.

Dari masa kolonial hingga kini, industri migas telah menopang perekonomian nasional. Dalam menghadapi tantangan ke depan, Indonesia perlu berinovasi dan beradaptasi untuk memastikan bahwa sektor minyak dan gas tetap relevan, sambil mengembangkan sumber energi yang lebih berkelanjutan dan ramah lingkungan.

Baca Juga: Menteri ESDM Bahlil Instruksikan KKKS Genjot Sumur Migas Idle