Jakarta, TAMBANG – Anggota Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI mencecar perusahaan-perusahaan yang ditunjuk untuk melakukan evaluasi terhadap pembangunan smelter. Wakil rakyat bidang energi ini, mempertanyakan soal independensi tim verifikator yang mengevaluasi kemajuan smelter.
“Verifikasi jadi pintu masuk kebijakan. Apabila kebijakan salah, maka turunnya jadi salah,” kata Anggota Komisi VII DPR RI Fraksi PPP, Joko Purwanto, Rabu (5/9).
Ia menyinggung soal teknis mekanisme penyelenggaraan verifikasi yang berpotensi mengganggu prinsip independen. Ia mempertanyakaan, apakah tim verifikator punya jarak dengan perusahaan yang akan diverifikasi?
“Dimana letak independen? Bapak bisa komunikasi dengan pengusaha,” ungkap Joko.
Maksud dari komunikasi ini ialah soal akomodasi tim verifikator. Sebagaimana diketahui, beban biaya selama verifikasi berlangsung, ditanggung oleh perusahaan yang akan dievaluasi. Mekanisme ini tentu meniscayakan adanya komunikasi antara pihak perusahaan, pemerintah, dan tim verifikator sebelum evaluasi dilakukan.
Mekanisme ini juga disorot oleh Anggota Komisi VII DPR RI lainnya, Maman Abdurrahman. Menurutnya, tidak sepantasnya tim verifikator dibiayai oleh perusahaan yang hendak dievaluasi.
“Independensi perusahaan verifikator perlu kita pertanyakan. Karena mereka berkontrak dengan perusahaan itu sendiri. Ini patut kita cross check,” tegas politisi Fraksi Golkar yang baru masuk ke Komisi VII menggantikan Eni Maulani Saragih ini.
Ia meminta semua data hasil verifikasi diserahkan kepada DPR RI. Ia ingin mempelajari terkait hasil kinerja lembaga verifikator.
“Itu jadi catatan. Kita minta data hasil verifikasi terkait progres. Itu belum diserahkan. (Jawaban) perusahaan verifikator tidak memuaskan,” ungkap Maman.
Untuk diketahui, pembahasan soal hasil kinerja lembaga verifikator ini akan kembali digelar dua pekan mendatang. Adapun perusahaan yang hadir di antaranya, PT Surveyor Indonesia, PT Sucofindo, dan PT Rekayasa Industri.