Jakarta, TAMBANG – DPR RI meminta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengkaji ulang target lifting minyak 1 juta barel per hari (BOPD) di tahun 2030. Hal tersebut dilontarkan anggota Komisi VII DPR, Dyah Roro Esti.
Menurut Dyah, realisasi lifting minyak dari tahun ke tahun menunjukkan tren penurunan sehingga target satu juta barel per hari perlu direvisi ulang.
“Jadi kalau kita melihat dari tahun ke tahun memang trennya menurun-menurun terus. Sedangkan kita punya target besar gitu, 1 juta barel (per hari) itu kan tidak angka yang kecil gitu ya. Nah maka saya tadi tawarkan kepada kementerian, kalau memang target ini tidak realistis, kita harus evaluasi target tersebut,” ujar dia dalam keterangan resmi, dilansir Kamis (30/5).
Dyah mempertanyakan kembali sikap optimistis dari Kementerian ESDM terhadap target yang telah ditetapkan sebelumnya tersebut. Sebagai mitra Kementerian ESDM, pihaknya bersedia untuk duduk bersama mendiskusikan hal tersebut dan memberikan masukan terkait realitas dari target yang ditetapkan pemerintah.
“Nah, apakah Kementerian ESDM masih optimistis bisa mencapai target tersebut. Meskipun kami menilai, target tersebut sangat tidak realistis. Intinya tidak realistis,” tegas Politisi Fraksi Partai Golkar ini.
Baca juga: Lifting Migas Masih Rendah, Kementerian ESDM Bakal Lakukan Hal Ini
Kendati begitu, Dyah Roro melihat ada hikmah dari ketertinggalan lifting minyak dari target yang telah ditetapkan tersebut. Pasalnya, sebagai advokat bagi lingkungan, ia menilai saat ini sudah saatnya masyarakat memiliki hak untuk menikmati atau mendapatkan udara bersih, terhadap lingkungan yang bersih. Sementara lifting minyak saat ini masih menggunakan energi fosil yang notabene belum ramah lingkungan.
Pihaknya berharap kedepan bisa selalu menekankan untuk selalu mengupayakan energi-energi yang lebih ramah lingkungan. Kita melihat tren lifting minyak turun, mungkin waktunya kita mengamplifikasi strategi untuk kemudian melakukan transisi energi.
Dyah mengakui bahwa saat ini pemerintah sudah mulai menggunakan energi ramah lingkungan, baik melalui kendaraan listrik dan sebagainya. Namun, menurutnya, yang lebih penting dari itu dan menjadi pondasi utama untuk transisi energi ke yang lebih baik adalah lewat kebijakan.
“Pondasi utama untuk transisi ke energi bersih menurut saya lewat kebijakan, lewat regulasi, yakni dengan menciptakan RUU Energi Baru dan Energy Terbarukan. Karena dengan terciptanya undang-undang ini, sebetulnya bisa membuka peluang agar Indonesia itu bisa mendiversifikasi energi portfolio mereka, yang tadinya mayoritas batu bara ke energi bersih. Ini sekaligus bisa membuka peluang investasi baru,” tandasnya.