Jakarta, TAMBANG – Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Dirjen Minerba) Kementerian ESDM, Bambang Gatot Ariyono kembali mempertegas, bahwa tambahan kuota produksi 10 persen bagi pengusaha adalah insentif. Maksudnya, apabila perusahaan tersebut tidak mampu untuk menambah produksi, maka tidak ada tawaran lain.
“Bahwa itu insentif, kalau tidak bisa (menambah) ya sudah. Namanya juga insentif,” kata Bambang Gatot dalam acara ‘Sosialisasi Aturan Harga Jual Batubara’ di kantornya, Selasa (13/3).
Hal ini disampaikan lantaran munculnya pendapat dari Ketua Kebijakan Publik Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI), Singgih Widagdo mengutarakan, tambahan produksi 10 persen hanya bisa dilakukan oleh perusahaan besar seperti PT Bukit Asam Tbk (PTBA), sementara perusahaan lain tidak akan sanggup melakukannya. Sehingga insentif hanya bisa dirasakan oleh kalangan tertentu saja.
“Ya kalau PTBA bisa, tapi kalau yang lain susah terealisasi menurut saya,” ucap Singgih dalam acara tersebut.
Sebagaimana diketahui, insentif bagi pengusaha diberikan setelah ada kebijakan harga batu bara domestik (Domestic Market Obligation/DMO) yang dipatok murah. Harga batu bara DMO untuk memenuhi keperluan PLN itu dibanderol USD70 per ton. Sedangkan harga pasar mencapai angka USD101,86 per ton.
Bagi pemerintah, pemberian insentif tersebut untuk menambal biaya operasional pengusaha. Lebih lanjut, Bambang juga menjelaskan, bisa dibilang insentif merupakan tantangan tersendiri. Sebab pengusaha harus buktikan komitmennya dahulu sebelum dapat insentif.
“Buktikan dulu mereka bisa jual ke domestik,” tandasnya.
Menurut Bambang, aturan soal harga batu bara DMO beserta insentifnya adalah bukti keseriusan pemerintah soal amanat penggunaan sumber daya alam untuk keperluan nasional.
Asal tahu saja, total produksi batu bara nasional telah mencapai 485 juta ton per tahun. Apabila jumlah ini ditambah insentif 10 persen, maka produksinya di tahun ini diperkirakan mencapai 520 juta ton.