Beranda Batubara Dikritik Soal Dampak Lingkungan PLTU, Pemerintah RI Membela Diri

Dikritik Soal Dampak Lingkungan PLTU, Pemerintah RI Membela Diri

Pensiun PLTU

Jakarta – TAMBANG. Pemerintah RI kembali mendapat komentar sinis soal komitmen terhadap kelestarian lingkungan, terkait dengan ambisi proyek kelistrikan yang mengandalkan energi batu bara.

 

Di satu sisi, Indonesia yang pekan ini menghelat Tropical Landscapes Summit mempromosikan pembangunan infrastruktur ramah lingkungan. Namun di sisi lain, tetap mengejar proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) terbesar se-Asia yang berkapasitas 2.000 MW.

 

Felipe Calderon, mantan Presiden Meksiko yang kini mengetuai Komisi Global Ekonomi dan Iklim, pada sesi pembukaan pertemuan tersebut menyerukan agar Indonesia beralih dari pemakaian bahan bakar fosil. Menurutnya, biaya investasi untuk energi terbarukan seperti surya dan bayu sudah jauh lebih rendah, sehingga Indonesia juga bisa memanfaatkannya.

 

“Tak benar jika bahan bakar fosil, entah itu minyak ataupun batu bara, akan selamanya murah,” ujar Calderon, di Jakarta, Senin (27/4).

 

Selama masa pemerintahannya di tahun 2006-2012, Meksiko menempatkan diri di garis depan gerakan memerangi perubahan iklim global. Meksiko pun menjadi tuan rumah Konferensi Perubahan Iklim tahun 2010, yang digelar di Cancun. Setelah pensiun, Calderon pun terus menjadi penggiat lingkungan lewat Komisi Global Ekonomi dan Iklim, bentuk kerjasama internasional yang menganalisa biaya dan manfaat ekonomi peyelamatan lingkungan.

 

“Indonesia memiliki kapsitas dan sumber daya alam yang luar biasa untuk serius menggarap energi terbarukan,” Calderon menambahkan.

 

Keesokan harinya, Menteri Keuangan RI Bambang Brodjonegoro memaparkan pembelaan. Ia berujar bahwa pemerintah tak punya alternatif lain yang lebih murah daripada membangun PLTU 2.000 MW di Batang, Jawa Tengah. Itu semua demi mencukupi kebutuhan listrik yang terus naik, dan untuk menunjang pertumbuhan ekonomi nasional.

 

“Tentu saja kemarin kami berdiskusi baik-baik dengan Calderon. Saya tahu beliau tidak terlalu senang dengan rencana pembangunan PLTU,” ujar Bambang, Selasa (28/4).

 

Proyek PLTU Batang digadang menjadi pembangkit terbesar se-Asia, yang digarap dengan mekanisme kerjasama dengan swasta. Meski mendapat banyak tentangan dari dalam dan luar negeri, Presiden Joko Widodo sendiri berkomitmen untuk menyelesaikan proyek tersebut.

 

“Akan tetapi, batu bara adalah sumber energi yang tersedia melimpah di Indonesia, dan secara finansial ongkosnya relatif murah,” kilahnya saat mendapat giliran menyampaikan pidato dalam forum tersebut.

 

Indonesia juga kini menggarap program kelistrikan 35.000 MW yang masih mengandalkan batu bara sebagai sumber energi utama. Karenanya, dalam lima tahun ke depan akan banyak proyek pembangunan PLTU.

 

Dunia internasional memang masih terbagi soal pro dan kontra PLTU. Bank Dunia serta Pemerintah Amerika Serikat keras menentang batu bara, dan memotong anggaran bantuan pendanaan proyek PLTU di negara berkembang. Sementara itu, PBB yang didukung Pemerintah Jepang justru masih bersedia memberi bantuan untuk pembangunan PLTU.

 

Dalam laporan forum Power Engineering International yang digelar di Korea Selatan, akhir Maret silam, dikemukakan alasan mengapa PBB enggan melarang proyek PLTU. Organisasi internasional itu beralasan bahwa negara berkembang masih membutuhkan batu bara sebagai sumber listrik, karenanya bantuan dana justru diperlukan untuk menjamin penggunaan teknologi PLTU yang paling ramah lingkungan.