Jakarta-TAMBANG- Salah satu yang menjali elemen penting dalam industri migas termasuk di Indonesia adalah sumber daya manusia. Untuk melahirkan SDM yang berkualitas tentu saja butuh proses. Dalam kaitan dengan itu di hadapan mahasiswa Teknik Geofisika ITS yang juga tergabung dalam SEG (Society of Exploration Geophysicists) Student Chapter ITS Nanang Abdul Manaf menyampaikan peluang dan tantangan di industri migas. Nanang adalah Exploration and New Discovery Project Director PT Pertamina EP.
Di kesempatan tersebut, Nanang menerangkan tentang kegiatan industri hulu migas Pertamina EP dan kontribusi perusahaan terhadap produksi migas Indonesia. Juga dijelaskan keterkaitan antara pentingnya kombinasi kompetensi teknis dan soft skill yang perlu dimiliki pekerja dalam industri migas.
Proses bisnis dan karakteristik industri hulu migas selalu identik dengan tingginya risiko, karena dari sisi investasi yang dikeluarkan sangat tinggi. “Contohnya pengeboran sedalam 2.500 meter membutuhkan US$10 juta dan belum tentu mendapatkan hasil baik minyak maupun gas”, ungkap Nanang di Surabaya, (Sabtu,5/12).
Tidak hanya itu, risiko terhadap keselamatan juga sangat tinggi, sebagai contoh kejadian terbakarnya platform di Gulf of Mexico, Amerika Serikat, pada tahun 2009, yang membuat ribuan barel minyak tumpah di laut serta belasan jiwa meninggal. Perusahaan operator blok tersebut mendapatkan denda sampai dengan USD 70 miliar dari Pemerintah Amerika Serikat.
Karakteristik lainnya di industri hulu migas adalah long term of invesment. Waktu yang dibutuhkan untuk kembalinya investasi yang dikeluarkan cukup lama, bisa 5 sampai 6 tahun baru kembali dan bahkan risikonya investasinya tidak kembali apabila tidak menemukan hasil berupa migas.
Selain itu, industri migas juga identik dengan karakteristik high level of regulation atau ketatnya perizinan. Paling tidak dalam industri hulu migas terdapat lebih dari 340 jenis perizinan yang harus dipenuhi dalam pelaksanaan pekerjaan mulai seismik sampai dengan produksi.
“Dengan kondisi karakter industri migas tersebut, maka dari itu dibutuhkan tenaga kerja yang memiliki kualifikasi yang tinggi. Tenaga kerja yang memiliki kombinasi kompetensi teknis atau hard skill dan kompetensi non teknis atau soft skill.
Dalam pemaparan tersebut, Nanang juga menyampaikan bahwa berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh McKenzie, perusahaan atau organisasi yang mencari pegawai baru, 80% ditentukan dari soft skill calon pegawai baru, sedangkan sisanya 20% ditentukan oleh hard skill.
“Untuk bisa masuk dalam sebuah industri, instansi atau organisasi adalah hard skill seseorang. Namun untuk menentukan keberhasilan karir seseorang lebih banyak ditentukan oleh soft skillnya. Jadi dua hal tersebut merupakan hal yang penting untuk dimiliki oleh para mahasiswa untuk bersaing dan sukses”, ujar Nanang.
Di kesempatan yang sama, DR. Widya Utama, Faculty Advisor Teknik Geofisika ITS menyampaikan terima kasih atas support PT Pertamina EP dengan bersedia memberikan gambaran tantangan di industri migas kepada mahasiswa teknik geofisika ITS.
“Bagi saya, mahasiswa adalah sumber energi dan sumber semangat bagi keberlangsungan energi bangsa ini. Permasalahan bangsa ini bukan pada permasalahan teknis, namun terletak pada permasalahan soft skill dari setiap individu yang sangat mempengaruhi pertumbuhan negara ini”, ujar Widya.
Lebih lanjut, Widya menyampaikan bahwa melalui pemaparan tentang industri migas dan pentingnya kombinasi hard dan soft skill dari PT Pertamina EP ini, dapat menambah pengetahuan bagi mahasiswa untuk bersiap menghadapi tantangan ke depan.
“Maka dari itu, hard skill dan soft skill harus dimiliki oleh seluruh mahasiswa yang ingin berhasil menjadi pekerja di industri migas dan di bidang lainnya”, kata Widya.