Beranda Korporasi Di TIA Site, Suasana Ramadhan Seperti Di Rumah

Di TIA Site, Suasana Ramadhan Seperti Di Rumah

Salah Seorang Operator Ekskavator PT Tunas Inti Abadi (TIA), Saat Menjalankan Ibadah Shalat di Atas Eskavatornya. Tetap Bekerja dan Berpuasa dengan Suasana Ramadhan Seperti di Rumah

Banjarmasin, TAMBANG – Kehadiran bulan suci Ramadhan tak hanya dinikmati oleh masyarakat muslim yang tinggal di pemukiman. Mereka yang bekerja di lokasi tambang, juga menjalankan kewajiban puasa sebagaimana umumnya.

 

Tak ada yang berbeda. Meski puasa, jam kerja tetap berjalan seperti biasa. Dimulai sekitar jam 6 pagi hingga jam 6 malam. Lalu dilanjut shift berikutnya, jam 6 malam hingga jam 6 pagi. Hanya ada sedikit pergeseran waktu, mundur 60 menit bagi masing-masing shift ketika persiapan berbuka puasa.

 

Suasana yang demikian nampak di area pertambangan PT Tunas Inti Abadi (TIA). Nuansa khidmat sangat kental ketika waktu berbuka tiba. Segenap karyawan duduk melingkar dengan ditemani takjil secukupnya, bersama-sama melantunkan doa menjelang buka puasa.

 

Saat kumandang azan datang dari mushala kecil yang berada di ujung mes, ramai-ramai karyawan anak perusahaan dari PT Reswara Minergi Hartama ini menyantap takjil. Ada kurma, gorengan, kolak isi kelapa, es, buah, dan beberapa gelas air mineral. Rasa persaudaraan dan kekeluargaan turut menambah kenikmatan dalam buka puasa yang sederhana itu.

 

Di area pelabuhan milik TIA, imam shalat segera ancang-ancang memimpin shalat magrib setelah para karyawan tuntas melahap takjilnya. Tak berselang lama, shalat magrib berjamaah pun dimulai.

 

“Beginilah suasana Ramadan di site TIA, sedikit ada yang berbeda. Dibuat suasananya seperti di rumah. Buka puasa bareng, lalu shalat jamaah, disusul tarawih, witir, kultum, dan tadarus,” ungkap Bagian Manajemen Pelabuhan PT TIA, Zainul Manaf kepada tambang.co.id, Rabu malam (30/5).

 

Manaf bekerja di perusahaan yang berada di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan ini sejak tahun 2012. Ia sangat gembira karena tahun ini dapat jatah mudik lebaran ke kampung halamannya di Malang, Jawa Timur. Tahun-tahun sebelumnya, ia acap kali mendapat tugas dinas di hari lebaran. Meski demikian, ia sama sekali tak gelisah. Sebab, lebaran di site sudah jadi pengalamannya sejak puluhan tahun lalu. Maklum, sebelum di TIA, Manaf juga sudah bekerja di perusahaan tambang di Papua dan Sumatera.

 

Nasib serupa dialami juga oleh Bagian Keuangan PT TIA, Dian Novita. Perempuan asal Jambi ini memperoleh peluang pulang, setelah pernah lima kali lebaran berturut-turut tak mudik.

 

Momentum lebaran tahun 2010, jadi hari paling tak terlupakan bagi Bagian Personalia PT TIA, Eko. Lelaki asal Bandung ini mengalami musibah ketika merayakan Idul Fitri di site. Belum hilang rasa rindunya karena tak bisa pulang, tiba-tiba ia dapat kabar kalau ayahnya meninggal.

 

“Saya ketemunya terakhir pas cuti aja sekitar dua minggu. Wah itu sedih juga. Saya dapat kabar itu malam, langsung berangkat pulang,” beber Eko.

 

Kala itu, Eko benar-benar terguncang, seakan-akan hidup ini akan segera usai. Tapi, optimisme muncul dibenaknya setelah terlintas, bahwa dia harus melanjutkan perjuangan keluarga. Ada manusia lain yang menunggu hasil keringatnya. Untuk itu, ia mantap kembali bekerja setelah dirasa cukup hari berkabung. Ia balik lagi ke site TIA di Bumi Banjar.

 

Selain itu, Eko juga bercerita soal hiruk-pikuk di site ketika shalat Idul Fitri. Seusai shalat, para karyawan bermaaf-maafan. Hidangan makanan pun dirombak persis seperti menu rumahan, ada opor ayam, ketupat, jajan, dan lain-lain.

 

Bahkan ada kebiasaan unik yang sering dilakukan saat bermaaf-maafan, yaitu karyawan yang paling tua disuruh duduk di kursi, diletakkan di tengah ruangan, lalu teman-teman yang lainnya sungkem kepadanya. Dia diperlakukan seperti orang tua sungguhan di rumah. Dengan demikian, diharapkan rasa rindu ingin mengecup tangan orang tua di rumah bisa terobati.

 

Hal unik lainnya, yang juga cukup mencengangkan, terlihat di lokasi mining saat waktu shalat tiba. Tepatnya saat azan shalat Zuhur dan Asar berkumandang, alat-alat berat seketika berhenti sejenak, berhenti secara bergantian. Operatornya keluar dari kabin. Mereka ambil alas dan melaksanakan salat di atas alat berat.

 

Soal bersuci, mereka sudah persiapan dari awal. Membawa air di botol besar untuk wudu. Air itu diletakkan di samping kursi kerjanya, di sudut-sudut kabin.

 

Kalau operator Rigid Hauler, truk super besar yang bermuatan ratusan ton, tak kesulitan untuk mencari lokasi salat. Ada semacam teras di depan kaca kabin operator yang muat digunakan untuk salat satu atau dua orang.

 

Sementara yang agak repot, ialah operator ekskavator, atau alat pengeruk. Ia harus memanjat naik ke atas kabin untuk ambil posisi salat. Tentu hempasan angin, debu, dan panas matahari lebih terasa di posisi tersebut.

 

Bagi para pekerja tambang, itu semua bukan penghalang. Puasa, salat, dan ibadah lainnya tetap seiring sejalan dengan pekerjaan. Sebab di mata mereka, bekerja dan beribadah merupakan upaya untuk memperoleh keselamatan di medan juang dunia dan akhirat.