Bali, TAMBANG – Konferensi Coaltrans Asia yang ke-29 resmi dibuka hari ini di Bali. Dalam ajang tersebut, Ketua Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI), Priyadi menegaskan industri batu bara masih bakal bersinar di tengah tantangan upaya global menuju transisi energi.
Meski dunia sedang menuju pengurangan penggunaan bahan bakar fosil untuk mencapai target nol emisi, permintaan batu bara global diperkirakan tetap tinggi, terutama untuk batu bara termal asal Indonesia
“Permintaan diperkirakan tetap di atas 1 miliar ton dari 2025 hingga 2030, dengan Indonesia sebagai eksportir batu bara termal terbesar di dunia,” jelasnya, Senin (9/9).
Meski demikian, di ranah nasional, industri batu bara tengah menunggu kepastian terkait kebijakan pasokan domestik yang akan dinaungi oleh Mitra Instansi Pengelola (MIP) batu bara.
“Sebagai asosiasi, kami terus mendorong anggota kami untuk komitmen kewajiban pasar domestik. Namun, kami berharap kekhawatiran terhadap pemasok batu juga dipertimbangkan. Selain itu, mengenai implementasi kebijakan Mitra Lembaga Pengelola (MIP), kami masih menunggu kejelasan dari pemerintah,” tegasnya.
Di luar itu, sambung Priyadi, industri batu bara telah memberikan kontribusi besar bagi perekonomian Indonesia. Pada 2023, kontribusi sektor ini terhadap Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) mencapai Rp 173 triliun. Sedangkan hingga Juli tahun ini, angkanya tercatat sebesar Rp 83,7 triliun atau 73 persen dari target.
“Sektor pertambangan telah menyumbang lebih besar dibandingkan sektor migas selama dua tahun terakhir,” bebernya.
Sebagai informasi, APBI memiliki 161 anggota, yang terdiri dari perusahaan pemegang izin PKP2B dan IUP, yang pada tahun lalu memproduksi 65 persen dari total produksi batu bara nasional yaitu mencapai 509,65 juta ton.