LONDON—TAMBANG. CHURCHILL Mining PLC mengumumkan, permintaan pihaknya untuk mendapatkan perlindungan terhadap asetnya, ditolak oleh Badan Penyelesaian Sengketa Investasi –International Centre for Settlement of Investments Disputes. ICSID merupakan lembaga arbitrase di bawah Bank Dunia, berpusat di Washington, diniatkan untuk menengahi sengketa di bidang investasi. Dengan harapan, selesainya sengketa akan mendorong peningkatan investasi.
Churchill Mining akan segera mengajukan permintaan agar bisa memiliki akses terhadap asetnya yang disita oleh polisi Indonesia.
Peristiwa yang menimpa Churchill itu dimuat di laman lse.co.uk, sebuah situs bidang saham dan keuangan yang dikelola konsultan London South East.
Churchill Mining saat ini sedang dalam sengketa melawan Pemerintah Indonesia. Kasus ini bermula dari pencabutan izin pertambangan Ridlatama Group oleh Pemerintah Kabupaten Kutai Timur, pada area sekitar 35 ribu hektare di Kecamatan Busang, Muara Wahau, Telen, dan Muara Ancalong, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur. Lahan Ridlatama sebelumnya dikuasai oleh Grup Nusantara, yang berakhir pada 2006-2007. Setelah itu, lahan dikuasai oleh PT Ridlatama yang kemudian diakuisisi oleh Churchill.
Pada Mei 2012, Churchill Mining memasukkan gugatan ke ICSID. Hingga saat ini, kasus masih bergulir di Tribunal ICSID dan belum memasuki pokok perkara. Churchill Mining meminta Pemerintah Indonesia membayar US$ 1,1 miliar atas kerugian akibat pencabutan izin itu.
Pemerintah Indonesia, ketika itu diwakili Menteri Kehakiman Amir Syamsuddin, Juli lalu mengatakan yakin akan memenangi kasus melawan Churchill. Pemerintah menilai, Churchill tidak memiliki landasan kuat untuk mengajukan gugatan.
Selain itu, lembaga arbitrase ICSID pada 8 Juli 2014 menolak permohonan Churchill untuk menghentikan proses pidana atas dugaan pemalsuan dokumen izin usaha pertambangan (IUP) Ridltama Group. Pemerintah Kabupaten Kutai Timur menduga terjadi pemalsuan dokumen IUP. Inilah yang kemudian dilaporkan ke polisi.
Polisi kemudian masuk ke kantor Churchill di Jakarta, Agustus lalu, sebagai tindak lanjut pengaduan itu. Dokumen serta perlengkapan komputer milik Churchill disita. Churchill mengajukan keberatan ke ICSID, yang ditolak Senin lalu.
Tapi, ICSID juga menekankan, Pemerintah Indonesia perlu memenuhi komitmennya untuk mengizinkan Churchill mendapatkan salinan dari dokumen yang disita, menolak permintaan Pemerintah Indonesia terhadap ganti rugi biaya perkara, serta dibebaskan dari biaya perkara yang kemungkinan akan muncul.
ICSID juga mengingatkan Chuchill dan Pemerintah Indonesia agar menjaga sikapnya, serta tidak melakukan langkah-langkah yang dapat memengaruhi integritas dari lembaga arbitrase.
“Sementara kami menerima putusan ICSID bahwa perusahaan tidak memenuhi syarat yang diperlukan, kami mengingatkan lagi komitmen Pemerintah Indonesia untuk mengembalikan dokumen dan peralatan komputer yang disita, atau menyediakan akses bagi kami terhadap aset yang disita itu. Kami akan mengirimkan surat untuk mengakses aset kami yang disita,’’ kata Kepala Eksekutif Churchill, David Quinlivan.
Foto: peta lahan sengketa. Sumber: www.churchillmining.com