Jakarta, TAMBANG. CHURCHILL Mining, perusahaan publik di Bursa London dengan kode CHL.L, mengeluarkan pernyataan bahwa Pemerintah Indonesia menarik tuduhan penipuan terhadap pihaknya. Tetapi Pemerintah Indonesia masih menuduh Churchill melakukan pidana pemalsuan.
Sebagaimana diberitakan Reuters, Churchill terlibat dalam sengketa di arbitrase internasional sejak 2012 melawan Pemerintah Indonesia, menyangkut izin tambang batu bara di Kabupaten Kuta Timur. Nilai konsesi batu bara seluas 350 kilometer persegi itu sekitar US$ 1,5 miliar, memiliki cadangan 2,73 miliar ton.
‘’Indonesia tidak lagi menuduh Churchill terlibat penipuan. Tetapi mereka belum menarik tuduhan bahwa ada seseorang yang terlibat di dalam tindak pidana ini,’’ kata Komisaris Utama Churchill, David Quinlivan, sembari mengutip dokumen hukum.
Setelah keluarnya pernyataan Quinlivan, harga saham Churchill di Bursa London melonjak 145% dalam perdagangan Kamis pekan lalu.
Kasus Churchill di Indonesiabermula ketika pada akhir 2007 hingga awal 2008, Churchill membeli 75% saham perusahaan Indonesia, PT Ridlatama. Ridlatama mengaku memiliki empat izin tambang dari Pemerintah Kabupaten Kutai Timur. Churchill mengaku menghabiskan US$ 50 juta untuk pengembangan proyek batu bara itu.
Pada Mei 2008, tak lama setelah Churchill mengumumkan bahwa wilayahnya bisa menghasilkan batu bara dalam jumlah besar, muncul masalah. Nusantara Group, yang sebelumnya memiliki enam izin di area yang berdekatan, mendapat lampu hijau perluasan area. Izin yang keluar berhimpitan dengan area yang diklaim Churchill.
Kata Quinlivan, tak ada penipuan apapun dalam penerbitan izin tambang milik Churchill.
Kata Quinlivan, Pemerintah Indonesia mengajukan permohonan untuk mencabut gugatan arbitrase dalam kasus pemalsuan. Dengan berkurangnya materi gugatan, kasusnya melemah.
Peradilan arbitrase di Washington telah memerintahkan penyelidikan mengenai keaslian dokumen. Kasusnya disidangkan mulai awal Agustus depan.
Churchill telah menghabiskan lebih dari US$ 10 juta untuk menghadapi perkara ini. Kasus ini diharapkan selesai pada 2016.
Foto: David Quinlivan. Sumber: Bloomberg.com