JAKARTA, TAMBANG. CHEVRON Corporation, perusahaan produsen minyak terbesar kedua di Amerika Serikat, tengah mempertimbangkan untuk menjual aset geotermalnya di Asia. Penjualan itu dilakukan untuk menghadapi situasi ekonomi yang suram, dan lemahnya harga minyak.
Lembaga riset Zacks Equity Research hari ini memberitakan, dengan harga minyak West Texas Intermediate di kisaran $30 per barel, sementara dua tahun lalu $90-100, dan harga gas alam di bawah $2/MMBTU, penghasilan Chevron betul-betul terpukul. Unit industri hilirnya, yang mendapatkan pemasukan dari pengolahan, mendapat pukulan paling berat karena hasil penjualan terpengaruh langsung oleh pergerakan harga minyak mentah.
Chevron pun mempertimbangkan untuk menjual aset geotermalnya. Di Asia, aset utama geothermal Chevron terletak di Indonesia dan Filipina. Penjualan aset geothermal di Indonesia dan Filipina diharapkan bisa menghasilkan duit $3 miliar. Chevron sudah menghubungi beberapa lembaga keuangan untuk menghitung untung rugi penjualan itu. Meski demikian belum ada langkah formal yang ditempuh mengenai penjualan itu.
Di Indonesia, Chevron memiliki dua anak perusahaan yang mengelola geothermal. Chevron Geothermal Indonesia, Ltd mengelola proyek Darajat dan Chevron Geothermal Salak, Ltd., mengoperasikan proyek Salak. Proyek Darajat menyediakan energi geotermal, yang mampu menghasilkan listrik berkapasitas 270 megawatt. Keduanya terletak di Provinsi Jawa Barat.
Seluruh listrik yang dihasilkan dari operasi Darajat dijual langsung untuk kebutuhan listrik nasional. Chevron memiliki 100 persen kepemilikan operasional untuk injeksi uap, dan 95 persen kepemilikan operasi di Darajat.
Chevron memiliki dan mengoperasikan proyek Salak. Operasi geotermal ini merupakan salah satu yang terbesar di dunia. Lapangan ini menyediakan suplai uap ke enam unit pembangkit listrik – yang tiga di antaranya merupakan milik perusahaan – dengan total kapasitas operasi mencapai 377 megawatt.
Chevron telah membatalkan proyhek pemboran. Selain itu, Chevron juga berkeinginan menjual aset tambang minyak dan gasnya di Indonesia, demi memperbaiki neraca perusahaan.