Jakarta,TAMBANG, PT Pertamina (Persero) lewat PT Trans Paciffic Pertrochemical Indotama (TPPI) akan membangun pusat produksi olefin dan aromatik di Tuban, Jawa Timur. Saat ini sedang dalam proses tender yang sudah dibuka sejak Februari 2020. Sejauh ini sudah ada dua peserta tender terbaik, yaitu Konsorsium JO Hyundai Engineering dan Konsorsium Technip.
Namun kompetensi salah satu dari dua peserta tender terbaik ini mendapat sorotan Center of Energy and Resource Indonesia (CERI). Direktur Eksekutif CERI, Yusri Usman menegaskan akan terjadi inefisiensi jika proyek bernilai Rp50 triliun ini digarap oleh pihak yang kurang kompeten.
“Di dokumen prakualifikasi (PQ) disebutkan harus yang berpengalaman dan punya rekam jejak. Lebih bagus Technip, punya lebih banyak rekam jejak,” kata Yusri pada Senin (28/9) merujuk pada dua peserta tender terbaik yang lolos proses tender belum lama ini.
Dijelaskan pula bahwa tender proyek ini sebelumnya diikuti 4 konsorsium. Keempatnya adalah Konsorsium Daelim Industrial-PT Wijaya Karya-McDermott Indonesia; Konsorsium JO Hyundai Engineering Co. Ltd-Saipem SpA-PT Rekayasa Industri-PT Enviromate Technology International; Konsorsium GS E&C-PT Adhi Karya-Technimont SpA; dan Konsorsium Technip-PT Tripatra-Samsung Engineering.
Berdasarkan rekam jejak, salah satu bidder yang lolos proses tender, yaitu Hyundai Engineering, mempunyai rekam jejak yang kurang baik di proyek Refinery Development Master Plan (RDMP) Kilang Balikpapan.
Penunjukkan EPC yang tidak memiliki track record baik di kilang RDMP Balikpapan, membuat Pertamina kehilangan kepercayaan dari para investor yang semula berniat untuk menanamkan modalnya di proyek ini.
Maka dari itu kata Yusri, proses seleksi EPC harus benar-benar transparan dan terjamin mendapatkan EPC dengan penguasaan teknologi, pengalaman dan harga yang terbaik. Pengalaman dan rekam jejak EPC sangat menentukan keberhasilan pembangunan dan investasi Pertamina di proyek-proyek strategis nasional, yakni Grass Root Refinery (GRR), RDMP dan Olefin plant.
Yusri juga mengutip pernyataan dari Komisaris Utama PT Pertamina Basuki Tjahaja Purnama (atau Ahok) yang sempat viral belum lama ini terkait pembangunan kilang. Ahok mengibaratkan pembangunan kilang sebagai mobil Formula 1 dan mempertanyakan bagaimana mungkin sopir gocart yang membangun kilang.
Ia kemudian menyebutkan bahwa bidder lain yang tidak lolos proses tender memiliki pengalaman dan rekam jejak yang lebih baik. “Sumber dari Konsorsium GS E&P yang tidak ingin disebutkan identitasnya menyatakan bahwa GS E&P sudah berpengalaman membangun 14 pabrik olefin di 8 negara di dunia,”terang Yusri dalam siaran pers, Jakarta (28/9).
Oleh karenanya Yusri meminta agar proyek pembangunan kompleks olefin di TPPI Tuban harus memperhatikan rekam jejak dan kompetensi para peserta tender. Karena jika tidak, akan terjadi inefisiensi baik selama proses pembangunan hingga ke harga produknya.
“Kalau dikerjakan pihak yang kurang kompeten, harga produk petrokimia tidak bersaing dan volume produksi tidak optimal,” ujar Yusri.
Untuk diketahui Proyek Olefin TPPI Tuban ini akan memproduksi high density polyethylene (HDPE) sebanyak 700.000 ton per tahun, low density polyethylene (LDPE) sebanyak 300.000 ton per tahun, dan polypropylene (PP) sebanyak 600.000 ton per tahun.
Proses konstruksi proyek ini diestimasi membutuhkan waktu selama 3 tahun terhitung sejak Desember 2021 hingga Maret 2024.
Di kesempatan ini, Yusri juga menyebut beberapa dampak lain yang akan ditimbulkan jika proyek ini dikerjakan oleh pihak yang tidak kompeten.
“Kualitas dan target produksinya bisa tidak sampai 100% dan selama proses pembangunan bisa terjadi change order,” kata Yusri.
Selain menyoroti kompetensi dan rekam jejak bidder di proyek olefin TPPI ini, Yusri juga kembali mempertanyakan kejanggalan yang terjadi selama proses prakualifikasi tender. “Pertamina harus melakukan audit forensic terhadap komunikasi tim tender. Kalau perlu menyewa auditor forensik dari luar negeri yang independen,” tutupnya.