Jakarta, TAMBANG – Pergerakan positif bursa saham Amerika Serikat (AS) pada akhir pekan lalu, berdampak positif pada pergerakan bursa saham Asia di awal pekan ini.
Reza Priyambadha, Pengamat Pasar Modal Asosiasi Analis Efek Indonesia (AAEI), memaparkan, tampaknya kekhawatiran akan balasan pengenaan tarif dagang oleh AS terhadap China, terimbangi dengan rilis data-data ketenagakerjaan AS yang tidak begitu kuat. Sehingga memberikan persepsi akan ditundanya kenaikan kembali suku bunga The Fed.
“Hampir seluruh sektor saham kembali ke zona hijaunya,” analisis Reza pada Selasa (10/7).
Di tengah sentimen kekhawatiran potensi terjadinya perang dagang, laju bursa saham Eropa mampu bertahan positif. Pelaku pasar bersikap positif terutama setelah mendapat sentimen terbarukan, dimana dua pejabat penting terkait Brexit mengundurkan diri dari pemerintahan Inggris.
Indeks pan-European Stoxx 600 naik tipis 0,58 persen dengan dukungan hampir seluruh sektor, terutama saham-saham basic resources yang diikuti saham-saham penerbangan yang dimotori Air France-KLM, yang melaporkan adanya peningkatan jumlah penumpang.
Sementara di AS, pergerakan bursa saham AS masih melanjutkan laju positifnya, terutama didukung oleh kenaikan saham-saham perbankan. Pelaku pasar memanfaatkan momentum kenaikan lanjutan untuk kembali masuk dan mengesampingkan sentimen dari adanya perang dagang.
Tidak hanya perbankan, saham-saham teknologi pun turut menopang kenaikan indeks.
“Sentimen positif masih datang dari rilis ketenagakerjaan sebelumnya dimana lapangan pekerjaan AS menambah sebanyak 213 ribu di bulan Juni,” tutur Reza.
Obligasi di Zona Hijau
Pergerakan pasar obligasi kembali berada di zona hijau, seiring laju Rupiah yang kembali terapresiasi. Di sisi lain, pergerakan imbal hasil obligasi AS yang kembali turun turut direspon positif.
Adapun untuk pergerakan masing-masing tenor ialah untuk tenor pendek (1-4 tahun) imbal hasilnya rata-rata turun 2,11 bps; tenor menengah (5-7 tahun) turun 7,43 bps; dan panjang (8-30 tahun) turun 3,59 bps.
Laju pasar obligasi cenderung bergerak naik seiring mulai adanya aksi beli. Pada FR0063 yang memiliki waktu jatuh tempo ±5 tahun dengan harga 93,15 persen, memiliki imbal hasil 7,33 persen atau turun 0,14 bps dari sebelumnya di harga 92,62 persen memiliki imbal hasil 7,46 persen.
Untuk FR0075 yang memiliki waktu jatuh tempo ±20 tahun dengan harga 95,49 persen, memiliki imbal hasil 7,95 persen atau turun 0,10 bps dari sehari sebelumnya di harga 94,50 persen, memiliki imbal hasil 8,06 persen.
Pada Senin (9/7), rata-rata harga obligasi Pemerintah yang tercermin pada INDOBeX Government Clean Price naik 0,92 bps di level 111,19 dari sebelumnya di level 110,17. Sementara itu, rata-rata harga obligasi korporasi yang tercermin pada INDOBeX Corporate Clean Price naik 0,53 bps di level 105,78 dari sebelumnya di level 105,23.
Sementara itu, pergerakan imbal hasil SUN 10Yr berada di level 7,43 persen dari sebelumnya di level 7,62 persen dan US Govn’t bond 10Yr di level 2,87 persen dari sebelumnya di level 2,825 persen, sehingga spread di level kisaran 456,4 bps lebih rendah dari sebelumnya 479,8 bps.
Sementara pada laju imbal hasil obligasi korporasi, pergerakannya cenderung variatif turun. Pada obligasi korporasi dengan rating AAA dimana imbal hasil untuk tenor 9-10 bergerak naik di kisaran level 9,45 -9,55 persen. Pada rating AA dengan tenor 9-10 tahun di kisaran 10,05 persen -10,07 persen. Pada rating A dengan tenor 9-10 tahun di kisaran 11,05-11,10 persen dan pada rating BBB di kisaran 13,87-13,97 persen.
Pergerakan pasar obligasi dalam negeri masih terdapat ruang penguatan, didukung oleh terapresiasinya Rupiah dan masih meningkatnya pasar obligasi global, dimana pelaku pasar mencoba mengesampingkan efek dari terjadinya perang dagang AS-China.
“Diharapkan sentimen yang ada dapat terjaga untuk mendukung kenaikan lanjutan dari pasar obligasi dalam negeri. Meski demikian, tetap cermati dan waspadai jika masih adanya berbagai sentimen yang dapat membuat laju pasar obligasi kembali melemah,” pungkas Reza.