Jakarta, TAMBANG – Tim gabungan Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Ditjen Minerba) Kementerian ESDM dan Badan Reserse Kriminal (Bareksrim) Polri membekuk seorang warga negara asing (WNA) asal Tiongkok berinisial YH. Ia kedapatan melakukan penambangan emas ilegal di Ketapang, Kalimantan Barat (Kalbar).
Menariknya, aksi penggarongan di tambang bawah tanah itu, dilakukan dengan menggunakan alat berat yang tergolong canggih. Mulai dari alat pengangkut khusus atau underground mining loader, hingga truk jungkit atau dump truck bertenaga listrik.
“Beberapa alat berat yang ditemukan, ada loader yang bekerja di bawah terowongan, termasuk dump truk listrik yang digunakan untuk memobilisasi material,” ungkap Direktur Teknik dan Lingkungan Ditjen Minerba Kementerian ESDM, Sunindyo Suryo Herdadi saat konferensi pers di kantornya, Sabtu (5/11).
Selain itu, aktivitas penambangan ilegal itu juga memakai mesin peleburan induksi atau induction smelting machine, cetakan emas, dan alat ketok atau labelling.
“Ada beberapa peralatan yang digunakan dan ditemukan di bawah terowongan, yaitu alat ketok, cetakan emas, saringan emas, dan induction untuk proses peleburan bijih tersebut,” jelas Sunindyo.
Berdasarkan temuan sementara di lapangan, ukuran penambangan ilegal tersebut tergolong besar. Panjang terowongan lubang tambang mencapai 1,6 kilometer dengan volume sekitar 4.467 meter kubik.
“Kalau dilihat dimensi dari terowongannya, tentu itu tidak dilakukan sehari dua hari, itu cukup lama. Setelah dilakukan pengukuran oleh surveyor yang kompeten ditemukan kemajuan lubang tambang dengan total panjang 1.648,3 meter dengan volume 4.467,2 meter kubik,” ujar Sunindyo.
Lebih lanjut, tersangka YH melakukan aksinya dengan modus operandi memanfaatkan tambang bawah tanah di kawasan izin usaha pertambangan (IUP). Dalam catatan resmi Kementerian ESDM, tambang tersebut semestinya tidak beroperasi, melainkan sedang dalam tahap pemeliharaan.
Sayangnya, aktivitas pemeliharaan tersebut disalahgunakan dengan melakukan operasi produksi, yang meliputi aktivitas peledakan, pengolahan dan pemurnian emas, hingga transaksi penjualan.
“Lokasi tunnel memang dulu pernah ada aktivitas karena ini adalah wilayah berizin. Namun saat ini tidak ada izin produksi dari yang bersangkutan. Kenapa ada alat-alat di sana, memang kewajiban dari perusahaan itu untuk maintenance tunnel agar tidak membahayakan. Ternyata aktivitas peralatan tadi disalahgunakan untuk kegiatan produksi. Di sinilah pidananya,” tegas Sunindyo.
Namun demikian, ia belum bisa menjelaskan terkait potensi keterlibatan pihak-pihak lain dalam aktivitas tambang ilegal tersebut, termasuk jumlah emas yang diproduksi, dan nonimal kerugian negara. Sebab, masih dalam proses pendalaman.
“Kita akan terus melakukan pendalaman terkait dengan volume yang bisa dipetakan, serta pihak-pihak yang diduga terlibat. Kerugian negara akibat kegiatan ilegal ini masih dalam perhitungan,” pungkas Sunindyo.