Jakarta, TAMBANG – Usulan pemberian Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) secara prioritas kepada perguruan tinggi terus bergulir. Seperti halnya pada Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) Keagamaan, kebijakan ini turut menuai pro dan kontra.
Pemerhati pertambangan, Atep A Rofiq, menilai bahwa pemberian WIUP kepada perguruan tinggi kurang tepat. Menurutnya, perguruan tinggi memiliki peran utama dalam pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat, bukan sebagai pengelola usaha pertambangan yang berorientasi pada profit.
“Lebih baik perguruan tinggi itu tetap kepada tugas pokoknya yaitu pengajaran, pengabdian dan penelitian,” jelas Atep di Jakarta, Sabtu (15/2).
Ia menambahkan bahwa pengelolaan tambang memerlukan keahlian khusus, modal besar, serta manajemen risiko yang kompleks. Jika perguruan tinggi diberikan WIUP, dikhawatirkan fokus akademik akan terganggu dan justru menimbulkan tantangan baru dalam tata kelola kampus.
“Kita tahu bahwa pertambangan ini kan pertama adalah padat modal, padat teknologi dan padat SDM juga. Nah ini yang harus disikapi bersama,” ucap Atep.
Grup ABM Investama Gencar Cari Tambang Emas dan Batu Bara
Sebagai alternatif, Atep menyarankan agar perguruan tinggi menjadi penerima manfaat dari industri pertambangan, bukan sebagai pengelola langsung. Menurutnya, industri pertambangan dapat berkontribusi dalam bentuk dana penelitian, program beasiswa, serta kerja sama akademik untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan inovasi di sektor tersebut. Dalam pendangannya, hal ini diistilahkan sebagai ‘Wakaf Tambang’.
“Lebih baik perguruan tinggi itu langsung diberikan semacam golden share. Kalau saya menyebutnya adalah wakaf, wakaf tambang yang dialokasikan untuk perguruan tinggi,” beber Atep.
Atep, yang juga merupakan akademisi, menjelaskan bahwa ‘Wakaf Tambang’ dapat dilakukan melalui perusahaan yang sudah beroperasi seperti yang berstatus PKP2B (Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara), Kontrak Karya (KK), maupun pemegang IUPK (Izin Usaha Pertambangan Khusus). Alternatif lainnya adalah pemerintah memberikan WIUP (Wilayah Izin Usaha Pertambangan) secara prioritas kepada perusahaan tambang BUMN, dengan mencantumkan perguruan tinggi sebagai penerima manfaat ‘Wakaf Tambang’.
“Saya melihat cara yang lebih sederhana, misalnya perguruan tinggi langsung dialokasikan dana dari perusahaan-perusahaan yang sudah ada, baik dari PKP2B, Kontrak Karya, maupun BUMN. Jika sebagian revenue dari perusahaan-perusahaan tersebut dikumpulkan dan dialokasikan, entah dalam bentuk persentase tertentu untuk perguruan tinggi, maka perguruan tinggi tidak perlu repot-repot menambang,” ujar Atep.
Diberitakan sebelumnya, Badan Legislasi (Baleg) DPR RI mengusulkan Perguruan Tinggi agar dapat mengelola izin usaha pertambangan (IUP) untuk komoditas mineral. Usulan ini tercantum dalam penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Keempat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.