Beranda Tambang Today BPP PERHAPI Periode 2024-2027 Resmi Dilantik, Siap Majukan Industri Pertambangan Nasional

BPP PERHAPI Periode 2024-2027 Resmi Dilantik, Siap Majukan Industri Pertambangan Nasional

BPP PERHAPI
RIAN/TAMBANG

Jakarta, TAMBANGBadan Pengurus Pusat Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (BPP PERHAPI) periode 2024-2027 resmi dilantik di Binakarna Hall – Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, pada Kamis (23/1).

Ketua Umum PERHAPI, Sudirman Widhy Hartono, menyatakan bahwa sebagai organisasi yang menaungi para profesional di bidang pertambangan, PERHAPI terus berupaya memberikan kontribusi positif untuk mendukung penerapan kaidah pertambangan yang baik dan benar.

“PERHAPI merupakan organisasi asosiasi profesi yang kepengurusannya bersifat pro bono. Kami tidak dibayar, tidak digaji, seperti yang disampaikan oleh Wakil Ketua Umum. Oleh karena itu, niat kita harus benar-benar tulus untuk bersama-sama membangun sektor pertambangan yang lebih baik,” ungkap Widhy di sela-sela acara pelantikan tersebut.

Widhy menjelaskan bahwa BPP PERHAPI periode 2024-2027 berkomitmen melanjutkan program-program kepengurusan sebelumnya, termasuk peningkatan kompetensi dan profesionalisme para anggotanya. Program-program baru juga telah disiapkan untuk dijalankan selama tiga tahun ke depan.

“Kami akan melanjutkan program-program yang belum selesai di periode sebelumnya. Selain itu, kami sudah mulai berdiskusi dengan pengurus baru untuk menyusun program kerja tiga tahun mendatang yang berfokus pada peningkatan kompetensi profesionalisme anggota,” jelasnya.

PBNU Dorong Baleg DPR Segera Sahkan Revisi UU Minerba

Widhy juga menegaskan bahwa kepengurusan baru ini siap mendukung kemajuan industri pertambangan nasional, salah satunya melalui pengembangan sumber daya manusia (SDM) yang kompeten di bidang pertambangan.

“Sebagai organisasi profesi, PERHAPI akan terus mendukung industri pertambangan nasional, mulai dari peningkatan kapasitas SDM hingga membantu penerapan Good Mining Practice dalam praktik pertambangan nasional,” imbuhnya.

Ia mengakui bahwa industri pertambangan saat ini menghadapi berbagai tantangan, termasuk dinamika geopolitik global, fluktuasi suplai dan permintaan komoditas yang memengaruhi harga, serta sorotan publik terhadap sektor ini akibat kasus-kasus pelanggaran hukum.

“Masih banyak aktivitas pertambangan ilegal (PETI), kasus kerusakan lingkungan yang mengatasnamakan kegiatan pertambangan, serta korupsi dan pelanggaran hukum lainnya di sektor ini,” tandas Widhy.

Selain itu, beberapa kebijakan baru juga dinilai berdampak signifikan pada kegiatan operasional tambang. Salah satunya adalah kebijakan terkait perizinan di sektor Kehutanan dan Lingkungan Hidup, serta regulasi fiskal yang dinilai menambah beban sektor pertambangan.

“Misalnya, kebijakan kewajiban B40 yang diikuti dengan pencabutan subsidi pemerintah atas pengadaan FAME. Pelaku usaha tentu siap melaksanakan kebijakan pemerintah, namun penting untuk mempertimbangkan agar insentif pengadaan FAME tidak dicabut sehingga tidak menambah beban biaya tambahan,” paparnya.

Widhy juga menyampaikan kekhawatiran pelaku usaha terkait rencana revisi aturan tentang Devisa Hasil Ekspor (DHE). Meski aturannya belum final, pernyataan Menko Perekonomian yang menyebut DHE harus disimpan di dalam negeri selama satu tahun dengan besaran 100% dianggap memberatkan.“Hal ini tentu akan berdampak pada arus kas perusahaan, khususnya bagi pelaku usaha di sektor ini,” tutupnya.