Jakarta, TAMBANG – Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) lobi Ketua DPR RI Bambang Soesatyo, mendapatkan dukungan dana desa Rp1,5 miliar untuk pelaksanaan kebijakan BBM Satu Harga.
Kepala BPH Migas, Fanshurullah Asa menegaskan, pihaknya ingin memperoleh dukungan soal dana Pembangunan Desa Tertinggal (PDT). Anggaran senilai total Rp120 triliun dengan kuburan Rp1,5 miliar per desa menurutnya, akan sangat membantu kelancaran pelaksanaan BBM Satu Harga.
“Nah kami mohon dukungan Ketua DPR, di mana ada dana desa Rp1,5 miliar per desa, itu kalau bisa melalui regulasi yang ada itu diperuntukkan juga mem-backup kebijakan BBM satu harga dan sub penyalur tadi. Sehingga ketersediaan dan distribusi BBM di seluruh desa Indonesia terwujudkan,” kata Fanshurullah, saat menyambangi DPR RI, Senin (19/3).
Menanggapi itu, Ketua DPR RI Bambang Soesatyo menyiratkan persetujuannya dengan rencana itu. Hal itu ditegaskannya dengan memberikan dukungan terhadap program BBM Satu Harga. Secara khusus Bambang menyoroti harga BBM yang terlampau mahal di wilayah 3T (Tertinggal, Terluar, dan Terpencil).
“Rakyat kita hidup di sana susah, tetapi untuk membeli BBM jauh lebih mahal atau sangat mahal sekali bisa 20-30 kali lipat dari harga yang kita beli di Jakarta,” kata Bambang.
Dengan adanya program BBM Satu Harga, diharapkan seluruh wilayah 3T bisa mengakses BBM secara adil. Oleh karena itu, Bambang berpesan, agar BPH Migas konsekuen dalam mengawasi distribusi BBM subsidi ini.
“Kami berpesan agar cita-cita Presiden RI harga BBM seluruh Indonesia satu harga bisa segera terwujud,” ucap Bambang.
SPBU Mini
Sulitnya pendirian SPBU menjadi faktor utama BBM di daerah terpencil menjadi mahal. Tentu kendala infrastrutur penyebabnya. Tapi hal ini bisa diatasi dengan pendirian sub penyalur atau SPBU Mini.
Sejauh ini, SPBU Mini sudah masuk tahap pilot project di tiga kota, yakni Bengkulu, Manado, dan Bitung. Rencananya, SPBU Mini tersebut tidak hanya menyalurkan BBM Subsidi, tapi juga BBM non-subsidi.
“Kami mendorong pembangunan penyalur khusus tapi nonsubsidi, itu eceran resmi legal,” kata Komite BPH Migas, Hendry Ahmad.
Penyalur yang dimaksud, sama seperti pengecer BBM pada umumnya namun resmi terdaftar badan usaha. Sedangkan investasinya ditanggung pribadi atau swasta.
Hendry menambahkan, pengecer BBM resmi tersebut akan memenuhi standar operasional untuk badan usaha, seperti standar takaran yang dikeluarkan Badan Meteorologi, keamanan dan keselamatan.
“Itu sudah siap tinggal meteorologi. Pengecer ilegal itu enggak ada meterannya,” ujar Hendry.
Harga jual ditetapkan oleh badan usaha yang memasok BBM. Saat ini sudah ada beberapa badan usaha yang siap memasok BBM ke lembaga pengecer resmi tersebut yaitu Elnusa Petrofin, Patra Niaga, Vivo dan AKR.
”Elnusa Petrofin, Patra Niaga, Vivo dan AKR komit mereka. Margin b to b. Yang dijual BBM nonsubsidi. Ini pribadi bisa, mengajukan ke badan usaha, kita cuma fasilitasi,” pungkas Hendry.