Beranda Tambang Today Bos Vale Ungkap Progres Tiga Proyek Smelter HPAL-RKEF Terintegrasi

Bos Vale Ungkap Progres Tiga Proyek Smelter HPAL-RKEF Terintegrasi

Smelter Vale
Presiden Direktur PT Vale Indonesia Tbk (Vale), Febriany Eddy usai menghadiri Pelantikan BPP Perhapi periode 2024-2027 di Jakarta. Rian/TAMBANG.

Jakarta, TAMBANG – Presiden Direktur PT Vale Indonesia Tbk (Vale), Febriany Eddy, mengungkapkan bahwa tiga proyek pembangunan smelter terintegrasi telah menunjukkan perkembangan yang signifikan. Ia menjelaskan bahwa perusahaan menargetkan penyelesaian pabrik pengolahan dan tambang nikel tersebut pada tahun 2025–2026.

“Vale memiliki banyak rencana ekspansi. Fokus kami saat ini adalah menyelesaikan proyek-proyek ini pada 2025–2026, sesuai dengan komitmen dan program investasi kami. Tentu tidak mudah, tetapi alhamdulillah sejauh ini berjalan lancar,” ujar Febriany Eddy saat ditemui di Jakarta, Selasa (28/1).

Tiga proyek yang dimaksud adalah:

  1. Indonesia Growth Project (IGP) Pomalaa, Kolaka, Sulawesi Tenggara, yang mencakup pembangunan smelter berbasis High-Pressure Acid Leach (HPAL) dan tambang nikel.
  2. IGP Morowali, Sulawesi Tengah, yang meliputi proyek smelter Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF) dan tambang nikel.
  3. Proyek smelter HPAL di Blok Sorowako, Luwu Timur, Sulawesi Selatan.

Proyek IGP Pomalaa
Febriany menjelaskan bahwa proyek IGP Pomalaa sempat mengalami kendala terkait proses perizinan. Meski demikian, ia memastikan bahwa proyek pabrik pengolahan bahan baku baterai kendaraan listrik ini akan selesai pada 2026.

Baca juga: Kunjungi Smelter ‘Merah Putih’, Pemprov Sultra Apresiasi Investasi PMDN Ceria Group di Kolaka

“Saat ini, kami sedang fokus membangun di kawasan Indonesia Pomalaa Industrial Park (IPIP). Sebelumnya, proyek ini sempat tertunda karena kendala izin, tetapi sekarang semua izin sudah lengkap. Saat ini, kami mempercepat pengerjaan dengan target signifikan pada 2025, dan aktivitas penuh di 2026,” jelasnya.

Menurut Febriany, pembangunan smelter di kawasan industri seperti IPIP memiliki keunggulan dari sisi efisiensi dan kemudahan perizinan dibandingkan jika dilakukan di area tambang sendiri. Proses mobilisasi Engineering, Procurement, and Construction (EPC) untuk proyek ini juga berjalan lebih cepat.

“Model IPIP ini lebih efisien dan perizinannya relatif lebih mudah dibandingkan membangun di area tambang sendiri. Smelter HPAL di kawasan ini dikerjakan oleh mitra kami. Untuk proyek Pomalaa, mobilisasi kontraktor EPC sudah mulai berjalan, sehingga progresnya cukup cepat,” ungkapnya.

Proyek IGP Pomalaa dikerjakan bersama Zhejiang Huayou Cobalt Co., Ltd (Huayou) dengan total investasi sebesar Rp67,5 triliun. Peletakan batu pertama dilakukan pada 27 November 2022, dan proyek ini akan beroperasi di bawah PT Kolaka Nickel Indonesia (KNI), perusahaan patungan mereka.

Proyek IGP Morowali
Febriany juga mengungkapkan bahwa proyek IGP Morowali telah mencapai 70 persen untuk fase pertama pada akhir 2024. Setelah fase pertama selesai, perusahaan akan melanjutkan fase kedua setelah memastikan perizinan yang dibutuhkan.

“Progres fase pertama di Bahodopi mencapai 70 persen pada akhir tahun lalu. Kami menargetkan penyelesaian fase pertama tahun ini dan melanjutkan ke fase kedua setelah perizinan selesai,” ujarnya.

Proyek ini dikerjakan bersama dua mitra asal Tiongkok, yaitu Taiyuan Iron and Steel (Group) Co., Ltd (Tisco) dan Shandong Xinhai Technology Co., Ltd (Xinhai). Proyek ini melibatkan tambang dan smelter nikel berteknologi Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF) rendah karbon yang didukung tiga pembangkit berbasis gas alam. Smelter ini ditargetkan memproduksi 73.000 metrik ton nikel per tahun.

Area pertambangan terletak di Kecamatan Bungku Timur dan Bahodopi, sedangkan fasilitas pengolahan berada di Desa Sambalagi, Kecamatan Bungku Pesisir.

Proyek Smelter HPAL Blok Sorowako
Sementara itu, proyek smelter HPAL di Blok Sorowako, Sulawesi Selatan, saat ini masih dalam tahap proses perizinan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal).

“Proyek di Sorowako sekarang masih dalam proses Amdal,” ungkap Febriany.

Proyek ini dikerjakan bersama Zhejiang Huayou Cobalt Co., Ltd (Huayou) dan PT Huali Nickel Indonesia (Huali). Vale akan fokus pada tambang nikel, sementara pembangunan smelter dikerjakan oleh mitra mereka.

“Proses konstruksi tambangnya menjadi tanggung jawab Vale, sedangkan pembangunan pabriknya dilakukan oleh mitra kami. Progres tambangnya sejauh ini cukup baik,” jelasnya.

Smelter HPAL yang dibangun di Malili, Luwu Timur, ini ditargetkan memproduksi 60.000 ton nikel dan 5.000 ton kobalt per tahun dalam bentuk produk Mixed Hydroxide Precipitate (MHP), yang dapat diolah lebih lanjut menjadi bahan baterai kendaraan listrik.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini