Jakarta-TAMBANG. Koalisi Masyarakat Sipil, Publish What You Pay (PWYP) Indonesia mendukung posisi pemerintah yang berencana mengeluarkan kebijakan untuk tidak melibatkan perusahaan swasta dalam bagian participating interest (PI) pemerintah daerah Kalimantan Timur pada Blok Mahakam. Ketentuan Participating Interest ini diatur oleh Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 35/2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi yang mensyaratkan kontraktor minyak dan gas menawarkan saham partisipasi sebesar 10% kepada daerah.
Sebelumnya, Pemerintah telah memutuskan pembagian saham Blok Mahakam sebesar 70% untuk Pertamina dan BUMD. Sedangkan Total E&P Indonesie dan Inpex Corporation, diberikan porsi 30%.
Koordinator PWYP Indonesia, Maryati Abdullah menjelaskan, kebijakan participating interest seharusnya ditujukan untuk mengoptimalisasi imbal hasil saham partisipasi bagi pembangunan daerah dan menghindari praktek perburuan rente yang justru merugikan daerah.
Namun, menurut Maryati, masalah yang kerap terjadi pada participating interest adalah daerah tidak mampu mengambil keseluruhan participating interest, kecuali mereka menggandeng pihak swasta.
“Hal ini membuat tujuan adanya participating interest, yaitu untuk melibatkan, serta memberikan manfaat kepada pemerintah daerah, perusahaan daerah dan warga lokal menjadi tidak tercapai, dikarenakan skema kerja sama yang lebih menguntungkan pihak ketiga,” tutur Maryati dalam keterangan persnya Kamis petang kemarin (25/6).
Karena itu, menurut Maryati, Pemda sebaiknya diberi fleksibilitas untuk mengambil bagian sesuai kemampuannya. “Selain itu, BUMD yang dapat mengambil participating interest adalah BUMD yang kepemilikan modalnya 100% dikuasai oleh Pemerintah Daerah (Pemda),” kata Maryati.
Sementara itu Fabby Tumiwa dari Institute for Essential Services Reform (IESR) menambahkan, efektivitas daerah dalam mengambil bagian participating interest blok Mahakam sangat tergantung pada kemampuan pendanaan daerah. Fabby menuturkan, Pemerintah Pusat dan Pemda perlu merancang skema pembiayaan yang dapat membantu Pemda di Kalimantan Timur agar dapat mengambil porsi partisipasi yang maksimal sebesar 10%.
“Salah satu opsinya adalah dengan pinjaman Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah melalui Pusat Investasi Pemerintah yang saat ini sudah dimerger dengan PT Sarana Multi Infrastruktur atau penerbitan surat utang (obligasi/bond) daerah,” tutur Fabby. Dia menyarankan agar berbagai opsi alternatif pembiayaan ini dikaji lebih dalam oleh Pemerintah dan Pemda Kaltim.
Dinamisator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim, Merah Johansyah menjelaskan, keterlibatan swasta dalam pengelolaan participating interest bukanlah yang pertama di Indonesia, pengalaman Bojonegoro, untuk mengelola Blok Cepu, BUMD Bojonegoro menggandeng PT Surya Energi Raya sebagai investor dengan skema pembagian keuntungan 75% untuk Surya Energi Raya dan 25% untuk BUMD Bojonegoro.
Namun, sayangnya Surya Energi Raya sendiri meminjam modalnya ke pihak ketiga, yaitu China Sonangol International Holding Ltd. Hasilnya, dividen yang dihasilkan digunakan untuk membayar hutang terlebih dulu. Sementara pemerintah daerah baru menikmati keuntungan setelah hutang lunas dibayar.
“Pengalaman Bojonegoro, penting bagi Kalimantan Timur untuk mencermati keterlibatan swasta dalam pengelolaan saham partisipasi. Penggandengan pihak swasta hanya akan mengulang kisah pahit Bojonegoro dalam mengelola Blok Cepu,” tegas Merah.
Direktur Kelompok Kerja (Pokja) 30 di Samarinda, Carolus Tuah mengatakan, BUMD pengelola saham partisipasi harus menjunjung asas transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan saham partisipasi dengan membuka rencana kelola saham partisipasi, rencana usaha, dan mempublikasikan laporan tahunan yang telah diaudit. Tuah menambahkan, pengelolaan Blok Mahakam harus konsisten dengan pelaksanaan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik (UU No 14/2008).
Menurut dia, keterbukaan informasi, akuntabilitas dan partisipasi perlu didorong terjadi di sepanjang rantai proses industri migas di Blok Mahakam. “Transparansi kontrak, produksi dan penjualan migas, proses pembayaran penerimaan negara, dana bagi hasil, maupun alokasi pembelanjaan pendapatan migas, merupakan informasi yang harus dibuka untuk kepentingan publik,” Tegas Tuah.