Jakarta, TAMBANG – Meskipun spesifikasi batu bara PT ABM Investama adalah kalori rendah, emiten berkode saham ABM ini tak kehabisan akal untuk memenuhi kewajiban pasok domestik (Domestic Market Obligation/DMO).
“Kami sudah ada opsi, menukar kuota milik perusahaan kecil yang pasokannya 100 persen ke dalam negeri. Kami tukar dengan batu bara dari Aceh,” ungkap Chief Finance Officer ABM, Adrian Sjamsul dalam acara Halal Bi Halal perusahaan di Jakarta, Kamis (12/7).
ABM melalui beberapa anak usahanya, memiliki tambang batu bara di Aceh dengan spesifikasi 3500 kcal, dan di Kalimantan Selatan (Kalsel) dengan spesifikasi sekitar 4500 kcal.
Untuk Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang di Kalsel, pemenuhan DMO tak menemui masalah. Sebab, produknya dipasok sebanyak 25 persen ke domestik, ke industri semen dan PLN. Kalorinya cocok dengan kebutuhan pasar lokal.
Tapi untuk IUP Aceh, beberapa kali pengajuan tender memasok ke pembangkit PLN ditolak. Sebab spesifikasinya tak sesuai, PLN mengkonsumsi batu bara kalori 4000-5000 kcal.
Kendala perbedaan spesifikasi ini yang banyak dialami oleh perusahaan-perusahaan lainnya yang memproduksi batu bara kalori rendah. Mereka tak bisa penuhi kewajiban pasok domestik 25 persen, khususnya ke PLN.
Alhasil, mereka menunggu solusi transfer kuota. Sayangnya, transfer kuota ini tak tarlalu berpihak ke mereka. Pasalnya, mekanismenya diserahkan secara B to B.
Seperti Bukit Asam, Adaro, atau Arutmin, yang akan menjual sisa kuota kelebihan pasok domestiknya. Mereka dinilai membanderol harga kuota terlalu mahal.
“Sebenarnya tidak mahal, memang segitu cost kita,” ungkap Presiden Direktur Arutmin, Ido Hutabarat kepada tambang.co.id beberapa waktu lalu.
Di pasaran, harga batu bara kalori 4000-5000 kcal dibanderol sekitar USD50 per ton. Sementara harga kalori 3500 kcal, tak lebih dari USD30 per ton. Ini harga yang memang beredar secara umum.
Bagi perusahaan kalori rendah, yang harga batu baranya juga rendah, melalui mekanisme transfer kuota secara B to B, jelas akan menanggung rugi. Sebab mereka dipaksa membeli batu bara kalori menengah, dengan harga yang lebih tinggi. Ini tentu tidak ekonomis.
Lalu apa yang dilakukan ABM untuk memenuhi DMO bagi IUP Aceh ini ?
“Kebetulan kita memperoleh mitra perusahaan kecil dengan produksi batu bara kalori menengah, dengan harga yang murah, dan ekonomis buat kita,” jawab Ardian.
Alasan utama perusahaan tersebut membanderol murah, lantaran mereka membutuhkan batu bara milik ABM dari Aceh. Menurut Ardian, spesifikasi produk dari Aceh ini unik. Untuk perusahaan tertentu, spesifikasinya jadi kebutuhan khusus.
Di luar dari pada itu, ABM juga akan konsultasi dengan pemerintah untuk membahas strategi pemenuhan DMO untuk jangka panjang. Serta menyampaikan aspirasi, kalau mekanisme transfer kuota secara B to B yang diberlakukan saat ini, tak memiliki nilai keekonomian bagi perusahaan produksi kadar rendah.