Jakarta, TAMBANG – Kegiatan pertambangan tanpa izin (PETI) masih marak terjadi sehingga dibutuhkan gebrakan serius dari pemerintah untuk memberantasnya. Hampir semua komoditas tambang telah digerogoti oleh aktivitas penambangan ilegal termasuk komoditi emas.
Bahkan untuk komoditi emas sudah cukup familiar kegiatan Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI). Wakil Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (PERHAPI), Resvani menegaskan bahwa kegiatan operasi penertiban penambangan ilegal harus dilakukan secara bersama dan komprehensif.
“Masalah PETI selama ini seperti tidak pernah selesai. Kami berharap Pemerintahan baru akan menggunakan segala kekuatan dan upaya yang ada untuk menyelesaikan persoalan aktivitas PETI ini,” ujar Resvani dalam keterangannya, Rabu (25/12).
Ia kemudian menyebutkan beberapa kerugian yang diakibatkan oleh aktivitas PETI misalnya kehilangan penerimaan negara, kerusakan lingkungan, konflik sosial dan sebagainya.
“Ada beberapa kerugian mulai dari potensi penerimaan negara yang hilang. Kemudian dampak kerusakan lingkungan. Siapa yang akan membereskan dampak kerusakan lingkungan oleh aktivitas PETI,” imbuh Resvani.
Menurutnya pelaku PETI tidak akan berpikir tentang penerapan Good Mining Practice dengan membuat tata kelola lingkungan yang baik. Kemudian memperhatikan aspek safety. “Kalau ada kecelakaan di tambang siapa yang bertanggungjawab,” ungkap Resvani.
Di Aksi Tahiroe 2024, Mifa Bersaudara Tanam 1.100 Bibit Tanaman Di Area Tambang
Aspek lainnya adalah soal konservasi cadangan dimana kegiatan penambangan yang dilakukan tidak sesuai kaidah pertambangan maka ada sejumlah potensi cadangan yang tidak tertambang.
“Ini membuat negara bisa kehilangan potensi cadangan yang menimbulkan kerugian,”terang Resvani.
Kemudian Resvani kembali mengingatkan Pemerintah terkait target Indonesia emas lewat hilirisasi. “Ketika kita berbicara tentang hilirisasi maka yang penting adalah jaminan kesinambungan pasokan bahan baku untuk industrialisasi. Jika akvitas PETI ini masih marak maka ada potensi cadangan yang hilang dan akan kehilangan sumber bahan baku,” jelas dia.
Dengan dampak negatif yang ditimbulkan tersebut PERHAPI menurut Resvni mendorong Pemerintah untuk serius menangani PETI.
“Kita berharap Pemerintahan baru ini akan menuntaskan masalah penambangan illegal ini. Sehingga semua potensi sumber daya alam tambang kita bisa optimal dimanfaatkan untuk kesejahteraan Masyarakat,” tandas Resvani.
Dalam beberapa pekan terakhir kembali ramai diberitakan tentang aktivitas tambang ilegal di Kilo 12, Desa Dumagin, Kecamatan Pinolosian Timur, Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan (Bolsel), Sulawesi Utara.
Meski berulang kali dilakukan penertiban, pelaku PETI masih tetap melakukan aktivitasnya. Pada Sabtu, (21/12) lalu Pemerintah Kabupaten Bolsel bersama Polres Bolsel kembali melakukan operasi penertiban di wilayah Upper Tobayagan (Uto) atau dikenal sebagai Kilo 12.
Operasi yang melibatkan 100 personel polisi dan 40 petugas dari Pemda ini dipimpin langsung Kapolres Bolsel, AKBP Handoko Sanjaya S.IK, M.Han, dan Kasat Pol PP Bolsel, Mulyono Rochim.
Sumber di lokasi menyebutkan bahwa Tim Gabungan ini berhasil membongkar portal penghalang yang dipasang pelaku tambang ilegal, yang sebelumnya sempat dihancurkan tetapi dibangun kembali.
Di kesempatan ini ada dua titik tambang ilegal yang berhasil diamankan, meski hanya sisa-sisa aktivitas pertambangan masih terlihat di lokasi. Sementara pelaku PETI tidak ditemukan di lokasi. Ada kemungkinan kegiatan tersebut sudah “bocor” duluan ke para pelaku.
Untuk diketahui, area yang menjadi wilayah operasi PETI ini merupakan bagian dari Kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT). Area tersebut menjadi bagian dari konsesi PT J Resources Bolaang Mongondow (PT JRBM) dan perusahaan telah mengantongi Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH).
Di area ini, perusahaan sedang melakukan kegiatan eksplorasi sebelum memasuki fase eksploitasi atau operasi produksi. Ini yang membuat perusahaan sejauh ini belum melaksanakan kegiatan pembebasan lahan. Kapolres Bolsel melalui Kasatreskrim, Iptu Dedi Matahari menegaskan area Kilo 12 merupakan kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) yang adalah milik negara dan tidak boleh dimiliki individu.
“Akses jalan di lokasi tersebut dulunya dibangun oleh perusahaan kayu yang pernah beroperasi di sana. Kini, jalan itu dimanfaatkan oleh pelaku tambang ilegal,” terang Dedi.
Beberapa alat berat dan bekas galian tambang terlihat masih ada di lokasi. “Kami tetap berjaga di lokasi untuk memastikan aktivitas tambang ilegal tidak berulang,” tegas Kasat Pol PP Bolsel, Mulyono Rochim.
Pemda Bolsel bersama Polres berkomitmen menjaga lingkungan dari kerusakan akibat aktivitas tambang ilegal, melindungi sumber daya alam, serta memastikan keberlanjutan investasi legal di wilayah tersebut.
“Kami berharap masyarakat semakin sadar untuk tidak terlibat dalam aktivitas yang melanggar hukum ini. Langkah ini demi masa depan Bolsel yang lebih baik,” pungkas Mulyono.