Beranda ENERGI Kelistrikan Bank Indonesia Akan Dorong Pembangunan Energi di Kaltim

Bank Indonesia Akan Dorong Pembangunan Energi di Kaltim

Jakarta-TAMBANG. Bank Indonesia melakukan rapat koordinasi bersama instansi mengenai percepatan pembangunan infrastruktur energi (listrik), dalam rangka meningkatkan nilai tambah ekspor industri berbasis sumber daya alam di Kalimantan Timur. Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi BI, Arif Hartawan menyatakan berdasarkan justifikasi awal, lemahnya infrastruktur energi menjadikan ekspor Industri berbasis SDA melemah seiring pelemahan harga komoditas global.

 

Padahal untuk menciptakan ekspor yang berdaya saing dan bernilai tambah, dibutuhkan industri yang bersumber pada SDA (gas, batu bara) namun bernilai tambah. Itu perlu dukungan infrastruktur energi. “Kajian awal kami provinsi yang hanya mengandalkan SDA mentah tumbuh negatif karena terlalu tergantung harga komoditas global, misalnya Aceh, Riau, dan Kaltim,” katanya di sela Media Briefing Rapat Internal Kajian Ekonomi Keuangan Regional, Senin (10/8).

 

Untuk itu, BI akan berdialog dengan pengusaha, akademisi, Pemda, dan Pemerintah Pusat terkait kesiapan pembangunan infrastruktur di Kaltim. Rencananya BI akan melakukan rapat internal dengan Gubernur Kaltim, Kementerian Keuangan, Kementerian ESDM, Kementerian LHK, Dirut PLN, Dirut PT Bontang LNG, dan akademisi.

 

“Itu akan menambah input identifikasi awal, Gubernur BI akan minta feedback dari pelaku usaha, akademisi, perbankan, terkait kesiapan pembangunan infrastruktur listrik di provinsi yang memiliki energi abundant( melimpah) ini, karena bagimanapun ini perlu financing dari pusat, termasuk kesiapan pemda dan pihak terkait, di sini listrik masih perlu ditingkatkan, tiap siang hari di hotel-hotel ada pemadaman bergilir,” katanya.

 

Hasil rapat internal akan menjadi rekomendasi dan rumusan konkrit yang akan menjadi panduan kebijakan BI selanjutnya dalam mendorong pertumbuhan yang lebih tinggi dan stabil di semester-II mendatang.

 

“Pada kuartal-I dan II PDB hanya tumbuh 4,72% dan 4,67% lantaran lemahnya ekspor terkait pelemahan harga, kami ingin meningkatkan nilai tambah dan industri manufaktur itu ingat harus ada infrastruktur fisik (jalan) serta energi, jangan sampai supply listrik kurang, kalau ini berkembang, ekspor nilainya akan lebih tinggi, mensubstitusi impor, maka tekanan impor berkurang, cadangan devisa membaik, inflasi juga terkendali, terakhir akan berdampak positif ke pertumbuhan ekonomi,” kata Arif.