Beranda Sosok Bangun Smelter Tembaga, Belajarlah Dari Cina

Bangun Smelter Tembaga, Belajarlah Dari Cina

Hadianto
Martiono Hadianto

Martiono Hadianto
Presiden Direktur PT Newmont Nusa Tenggara

 

 

Bertempat di ruang kerjanya, Martiono yang saat itu berpakaian santai menerima Iwan Qodar Himawan dan Egenius Soda dari Majalah TAMBANG. Tanpa ditemani stafnya, Martiono menceritakan apa yang selama ini ia pendam khusus terkait regulasi di sektor pertambangan mineral dan batu bara.

 

Menurut mantan Komisaris Utama Pertamina (2005), untuk smelter tembaga Indonesia harus belajar dari Cina. “Pemerintah Cina juga menyediakan infrastruktur mulai mulai dari jalan, air, listrik. Sehingga yang dibangun perusahaan hanya unit pengolahan itu saja,” terang Martiono. Inilah yang membuat pembangunan smelter di Cina menjadi ekonomis.

 

Berikut petikan wawancara yang berlangsung hampir dua jam tersebut dalam suasana santai tersebut.

 

 

 

Anda dalam beberapa kesempatan mengatakan bahwa smelter tembaga tidak ekonomis untuk dibangun di Indonesia. Bisa diterangkan alasannya?

 

Dalam UU Minerba terkait dengan kewajiban pemurnian, satu-satunya parameter waktu adalah lima tahun. Parameter lainnya tidak ada. Saya pikir nantinya akan diatur dalam aturan turunannya. Ternyata juga tidak ada. Padahal Itu kan perintah pemurnian, perintah investasi dan kalau tidak layak, harusnya bagaimana. Tetapi Pemerintah tidak berpikir demikian. Itu urusan Pengusaha untuk melaksanakan amanat UU. Padahal investasi itu ujung-ujungnya adalah pengembalian investasi (return on investment).

 

Kami bersama IMA sudah melakukan kajian tentang hilirisasi, mulai dari teknologi sampai ke hitungan keekonomiannya. Kesimpulannya, tidak ekonomis untuk dilakukan pembangunan smelter.

 

 

Anda juga mengatakan bahwa konsentrat yang dihasilkan oleh PT Newmont Nusa Tenggara itu sudah mencapai 95%. Tetapi konsentrat tersebut disamakan dengan mineral mentah. Menurut Anda tidak fair?

 

Itu tidak fair. Dan lagi untuk melakukan pemurnian yang tinggal 5% tersebut, investasinya besar sekali. Sementara di aturan tidak ada parameter lain, misalnya kalau tidak layak secara ekonomi harus bagaimana. Itu tidak dicantumkan dalam regulasi.

 

 

Langkah Newmont saat ini yang bekerjasama dengan PT Freeport Indonesia dianggap paling tepat?

 

PT Freeport Indonesia berencana akan membangun smelter, apakah tidak harus mendapat izin dari jajaran direksinya? Lalu kalau proyek itu negatif, apakah BOD-nya mengizinkan? Tentu tidak, karena akan menurunkan nilai sahamnya. Jadi ini bohong-bohongan.

 

Coba perhatikan, smelter yang di Gresik sekarang ini, Mitsubishi menguasai 75% dan Freeport menguasai 25% saham. Artinya apa, Mitsibushi menilai proyek di smelting Gresik itu menguntungkan. Tetapi nyatanya sampai sekarang mereka belum berhasil membayar deviden. Sekarang Freeport mengajak lagi Mitsubishi untuk membangun smelter tembaga yang baru. Sejauh ini Mistsubishi cuma mau memberikan teknologinya, tetapi tidak mau menyetorkan dana sebagai mitra. Artinya apa? Dia melihat tidak prospektif. Kalau prospektif, untung lebih besar, akan lebih mudah.

 

 

Kalau melihat isi PP, sepertinya tidak ada yang merugikan PT Newmont Nusa Tenggara?

 

Memang tidak ada. Namun dalam pelaksanaannya, kita harus menghormati eksisting kontrak. Kalau saya tunjukkan lagi eksisting kotrak, maka kalian akan lebih heran. Salah satu artikelnya mengatakan, perusahaan berhak mengekspor hasil produksinya berdasarkan persetujuan pemerintah. Mengapa sekarang kita harus meminta izin dan minta rekomendasi ekspor, apalagi dikenai bea ekspor? Artinya, Pemerintah tidak mengakui kontrak karya yang sudah ditanda tangani.

 

Kemudian di artikel lainnya disebutkan bahwa perusahaan harus mengolah bijih menjadi konsentrat yang dapat dipasarkan. Dan itu sudah dilakukan. Kenapa harus melakukan pemurnian kalau KK masih diakui sampai masa kontrak karya berakhir? Kalau masih dipaksakan, bagaimana dengan amanat UU yang menghargai kontrak karya sampai masanya berakhir.

 

Masih di kontrak karya, perusahaan akan bekerja dengan dan membantu pemerintah untuk pembangunan fasilitas hilir pengolahan logam di Indonesia, yang berhubungan dengan pemurnian, peleburan dan atau pembuatan dan pabrikan logam berdasarkan ukuran ekonomi. Membangun fasilitas sesuai dengan aspek keekonomian. Ini sudah sangat jelas dalam kontrak karya.

 

Ada yang mengatakan, dengan kondisi saat ini, Newmont sebenarnya menyerahkan lehernya pada Freeport. Kalau saja smelter baru Freeport gagal atau kemudian Freeport menghentikan pasokan konsentrat dari Nemont?

 

Memang iya, Newmont akan kesulitan. Kalau itu yang terjadi, saya akan menyampaikan hal ini bahwa pemerintah tidak benar sesuai dengan undang-undang. Karena UU masih menghormati sampai masa kontrak berakhir.

 

 

Apakah sudah mempersiapkan rencana lain, ketika pada tahun 2017 pemerintah tegas melarang ekspor konsentrat?

 

Itu sudah terjadi tahun lalu, sampai kemudian kami sempat merumahkan karyawan. Kalau rencana sekarang adalah bagaimana memenuhi kemauan pemerintah supaya batu hijau tetap jalan. Itu plan A. Misalnya Freeport mau membangun. Maka kita harus menunjukkan ke pemerintah bahwa komitmen kita untuk bekerja sama dengan Freeport benar-benar serius. Tidak hanya Bank Garansi. Bila perlu kita mengeluarkan dana dengan Freeport. Plan terakhir adalah mengedepankan penghormatan pada KK.

 

 

Hilirisasi itu adalah suatu yang positif, namun mungkin ada insentif yang diberikan Pemerintah agar menjadi ekonomis?

 

Kalau mau membangun smelter tembaga Indonesia, perlu belajar dari Cina. Alasannya banyak. Cina sudah mengembangkan teknologi smelter tembaga dari tahun 1994. Dan pengembangan teknologi itu mereka klaim lebih baik, lebih efisien sehingga investasi lebih rendah. Bisa 30-40% lebih rendah dibanding menggunakan teknologi barat. Kedua, dari sisi biaya juga bisa lebih rendah. Ketiga dan ini yang membuat saya terkejut, teknologi mereka sudah ramah lingkungan. Dan keempat, mereka sekarang mempunyai kapasitas smelter tembaga 40% dari kapasitas dunia. Sehingga Cina yang menentukan berapa besarnya biaya mengolah dari konsentrat menjadi tembaga.

 

Disamping itu, pemerintah Cina juga menyediakan infrastruktur, mulai mulai dari jalan, air, listrik. Sehingga yang dibangun perusahaan hanya batteray limit atau unit pengolahan saja. Yang unit penunjang disediakan pemerintah. Investor juga diberikan berbagai insentif, seperti pajak dan pinjaman. Pemerintah Cina bisa menyediakan pinjaman 70% dari kebutuhan investasi. Tidak hanya itu, Equity-nya pun dibantu. Mereka tidak hanya pinjaman jangka panjang tetapi juga pinjaman equity bahkan 60% dari kebutuhan equity dalam bentuk pinjaman. Jadi investor hanya sediakan sekitar 20%.

 

Sekarang apa yang disediakan pemerintah? Tidak ada. Itulah alasan kenapa di Cina membangun smelter tembaga bisa ekonomis. Pertanyaan mendasar sekarang ini adalah pemerintah serius mengundang investor atau tidak? Investor yang sudah ada di Indonesia malah diuyel-uyel, yang tidak bayar pajak malah dibiarkan. Sekarang kalau mau memperbaiki, mengapa tidak menangani ekspor ilegal.

 

=====

Wawancara lengkapnya dapat disimak dalam edisi cetak Majalah TAMBANG Agustus 2015.