Jakarta – TAMBANG. salah satu emiten pertambangan, PT ATPK Resources menjelaskan laporan kinerja anak usahanya PT Mega Alam Sejahtera (MAS). Ini dilakukan untuk menjawab pertanyaan Otoritas Bursa Efek Indonesia yang mempertanyakan hal ini. Seperti diketahui PT Bursa Efek Indonesia (BEI) melaui surat No : S-03731/BEI.PGI/07-2015 tanggal 14 Juli 2015 menanyakan asumsi transaksi afiliasi anak perusahaan PT ATPK Resources yakni PT Mega Alam Sejahtera (MAS).
Pihak BEI mempertanyakan laporan KJPP Toto Suharto & Rekan yang menyebutkan bahwa terdapat potensi pertumbuhan yang baik untuk industri pertambangan batu bara. Dalam melakukan proyeksi keuangan PT MAS adanya rencana transaksi yang diyakini bakal meningkatkan pendapatan perseroan.
Direktur PT ATPK Resources, Albert J.Bangun menjelaskan bahwa dalam menentukan jumlah permintaan batu bara, perseroan menggunakan asumsi bahwa batu bara adalah kekuatan dominan di dalam pembangkit listrik. Paling sedikit 27% dari total output energi dunia dan lebih dari 39% dari seluruh listrik dihasilkan pembangkit listrik tenaga batu bara.
“Sesuai dengan karakteristik batu bara Perseroan, negara tujuan penjualan batu bara perseroan adalah India. Dimana pada tahun 2014 pertumbuhan ekspor batu bara ke India tumbuh sebesar 22%,” ujar Albert dalam keterangan resminya kepada Bursa kamis (23/7).
Perseroan juga menjelaskan asumsi lainnya yaitu adanya program pemerintah melalui Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral untuk suplai batu bara sebesar 30% dari bauran energi nasional.
Albert juga menjelaskan bahwa MAS memiliki kontrak penjualan batu bara dengan pihak lain selama periode 3-6 bulan. Walaupun jangka waktunya tidak lama, namun ini merupakan strategi perseroan dalam mengantisipasi fluktuasi harga batu bara yang masih belum membaik.
Selain kontrak tersebut, saat ini MAS sedang dalam tahap studi akhir pengadaan batu bara dengan PT Pupuk Kaltim dan pengadaan batu bara untuk PLTU Manado dengan kapasitas 2X50 MWdan akan ditingkatkan dengan tambahan PLTU berkapasitas 2X100 MW. Namun karena sedang dalam proses lelang maka pihaknya belum dapat memastikan hasilnya.
“Peningkatan kapasitas produksi batu bara MAS juga didasarkan pada masih besarnya pangsa pasar ekspor batu bara ke India,” tambahnya.
Tidak adanya selisih antara nilai pasar dengan harga pelaksanaan transaksi sebesar Rp153.922.470.000 dijelaskan Albert, karena sebelum melakukan transaksi pembelian asset, MAS terlebih dahulu mengidentifikasi aset-aset yang diperlukan, serta tidak memiliki/memperoleh informasi dari pihak lain yang bukan pihak terafiliasi yang berniat untuk menjual aset-asetnya sesuai kebutuhan MAS.
Pada saat yang sama, pihak terafiliasi memiliki aset-aset yang dibutuhkan MAS dan pihak terafiliasi bersedia menjual asset tersebut pada nilai pasar wajar sesuai dengan penilaian KJPP. Seluruh alat berat /kendaraan yang dibeli juga berada dekat dengan lokasi tambang batu bara MAS dan tanah yang dibeli berada dalam lokasi IUP MAS.
Sumber dana untuk rencana transaksi Mas berasal dari fasilitas pinjaman dari Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) pada 13 April 2015 sebesar US$50 juta. Dana tersebut dicatatkan sebagai kas MAS. Sehingga pada saat transaksi pembelian aset bulan Juni 2015, MAS menggunakan kas perusahaan yang berasal dari fasilitas pinjaman tersebut.
Dalam menentukan nilai wajar, KJPP juga telah memperhitungkan adanya utang tersebut. Pada Laporan Penilaian KJPP Toto Suharto & Rekan telah disebutkan bahwa nilai tersebut merupakan nilai aset sepenuhnya dalam keadaan bebas dari berbagai kewajiban. Per tanggal 31 Desember 2014 aset-aset tersebut masih memiliki kewajiban leasing sebesar Rp1.175.295.800 dan US$1,499,834.70 kepada kreditor.
Pada saat transaksi dilakukan, nilai utang yang dialihkan oleh BJU dan BJE kepada MAS adalah sebesar Rp335.798.800 dan US$923,182.25. Pengalihan utang tersebut telah diperhitungkan pada nilai transaksi yang disepakati sehingga MAS membayar kas sebesar nilai pasar wajar dikurangi jumlah utang yang dialuhkan ke MAS.
“Tidak ada hal lain yang sedang dan akan dilakukan oleh Perseroan yang dapat mempengaruhi harga efek serta fakta/informasi material lain yang belum disampaikan oleh Perseroan,” tukas Albert.