Beranda Asosiasi ASPINDO Gelar Business Gathering, Soroti Kebijakan Implementasi B40 Sektor Pertambangan

ASPINDO Gelar Business Gathering, Soroti Kebijakan Implementasi B40 Sektor Pertambangan

ASPINDO B40
Direktur Bioenergi Ditjen EBTKE, Kementerian ESDM, Edi Wibowo saat memaparkan materi diskusi mengenai implementasi B40 pada Business Gathering ASPINDO. Rian/TAMBANG.

Jakarta, TAMBANG – Asosiasi Jasa Pertambangan Indonesia (ASPINDO) menyelenggarakan Business Gathering untuk membahas kebijakan baru di sektor pertambangan, termasuk implementasi B40. Acara yang mengusung tema “Sinergi Regulasi dan Energi Baru: Meningkatkan Keberlanjutan di Sektor Pertambangan” ini berlangsung di The Westin Jakarta pada Selasa (11/2).

“Seperti yang kita ketahui, regulasi di sektor pertambangan terus berkembang, di antaranya terkait dengan izin usaha jasa pertambangan dan juga implementasi biodiesel yang saat ini sudah mencapai B40. Ini menjadi sangat menarik dan sangat penting didiskusikan karena implementasi di lapangan akan sangat berdampak kepada dunia usaha, di mana kita ada di dalamnya,” ujar Ketua Umum ASPINDO, Ari Sutrisno.

Ari Sutrisno menegaskan bahwa pada prinsipnya, ASPINDO selalu mendukung kebijakan dan regulasi yang dikeluarkan pemerintah. Namun, masukan dan saran dari pelaku usaha juga perlu disampaikan sebagai bahan pertimbangan agar industri pertambangan domestik dapat berjalan secara optimal dan berkelanjutan.

“ASPINDO sangat mendukung berbagai kebijakan yang dikeluarkan pemerintah, tanpa kekurangan semangat untuk memberikan masukan agar implementasinya berjalan dengan baik di lapangan. Melalui forum ini, kami berharap dapat membangun sinergi yang luar biasa dan lebih kuat lagi antara pemerintah, pelaku usaha dan pemangku kepentingan lainnya guna memastikan keberlanjutan industri pertambangan di Indonesia,” jelasnya.

Direktur Bioenergi Ditjen EBTKE, Kementerian ESDM, Edi Wibowo menyampaikan bahwa biodiesel bukan sekadar kebijakan, tetapi juga solusi yang dapat diimplementasikan secara teknis untuk mendukung transisi energi di sektor pertambangan.

Praktisi Pertambangan Usul Campuran B40 dari HVO bukan FAME

“Kami berharap ini semakin memperkuat keyakinan industri dalam implementasi B40 sebagai bagian operasionalnya sekaligus mendukung Indonesia dalam mencapai target pemangkasan gas rumah kaca dan ketahanan energi nasional,” ucap Edi Wibowo dalam kesempatan yang sama.

Ketua Umum ASPINDO, Ari Sutrisno (tengah), menyerahkan cenderamata kepada Direktur Bioenergi Kementerian ESDM, Edi Wibowo (kanan), serta Direktur Teknik dan Lingkungan Ditjen Minerba Kementerian ESDM, Hendra Gunawan (kiri).

Edi menyadari adanya dorongan dari pelaku usaha jasa pertambangan, yang merupakan pengguna alat berat terbesar, untuk mengganti campuran Biosolar termasuk B40 yang mengandung Fatty Acid Methyl Esters (FAME) dengan Hydrotreated Vegetable Oil (HVO). Namun, hingga saat ini, pergantian tersebut belum dapat diimplementasikan, terutama dalam skala produksi besar.

“Selain biodiesel konvensional, kami memahami adanya keinginan dari anggota ASPINDO untuk menggunakan HVO. Namun, implementasi HVO dalam skala besar masih memerlukan kesiapan dari sisi produksi dan infrastruktur distribusi,” beber Edi.

“Saat ini produksi HVO di dalam negeri masih dalam tahap pengembangan dalam implementasinya sangat bergantung pada kesiapan PT Kilang Pertamina Internasional, dalam memproduksi HVO dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan industri,” pungkas Edi.

Bahan Bakar Nabati (BBN) B40 sendiri resmi diimplementasikan per 1 Januari 2025 yang diumumkan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia. Kebijakan ini tertuang dalam Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya ESDM No 341.K/EK.01/MEM.E/2024 tentang Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati Jenis Biodiesel Sebagai Campuran Bahan Bakar Minyak Jenis Minyak Solar Dalam Rangka Pembiayaan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit Sebesar 40 Persen. 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini