Jakarta–TAMBANG. Asosiasi Pertambangan Zirconium Indonesia (APZI) menuding adanya permainan mafia dalam mekanisme ekspor Zirconium. Keberadaan mafia itu membuat investasi di tambang zirconium dihantui ketidakpastian aturan.
Sihol Manullang, Sekjen APZI mengatakan, belakangan ini dalam pengukuran kadar mineral zirconium terjadi campur-aduk metoda Gravimetry dengan metoda X-Ray Fluorescence (XRF) yang membuat investor menjadi bingung.
Menurut Sihol, sesuai Peraturan Menteri (Permen) Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 20 Tahun 2013, batas minimum zirconium yang bisa diekspor adalah ZrO2 minimum 65,5%, atau minimum 95% lolos saringan Mesh 60. Namun sekarang fakta di lapangan menjadi berubah.
“Sejak Permen dikeluarkan 1 Agustus 2013, hingga Oktober 2014 tidak ada masalah, ekspor berjalan lancar sesuai ketentuan kadar. Tetapi sejak November, ada ‘pembelokan’ metoda yang menyulitkan investor,” ungkap Sihol dalam keterangan persnya, Rabu sore (17/12).
Hingga Oktober 2014, pengukuran kadar konsisten masih menggunakan dengan menggunakan Gravimetry. Pada metode itu ZrOr (zirconium) memang tidak bisa dipisahkan dengan hafnium (Hf). Dan untuk zirconium asal Kalimantan dengan peralatan standar, hasil survey pengukurannya diperoleh kadar ZrO2 rata-rata 66%.
“Masalah muncul ketika sejak November 2014, Bea Cukai secara sepihak menerapkan metoda X-Ray Fluorescence atau pengukuran dengan menembakkan sinar X. Hasilnya berbeda dengan metoda Gravimetry. Dengan XRF kadarnya ZrO2 sebesar 64,5% dan Hafnium 1,5%. Karena batas minimum 65,5%, jadinya tidak lolos ekspor,” jelas Sihol.
Menurut Sihol, ada mafia yang berperan dalam kasus ini karena sebelumnya tidak ada masalah dengan penggunaan metoda Gravimetry yang dilaksanakan PT Surveyor Indonesia (SI). Belakangan, Bea Cukai meragukan hasil analisis PT SI, dan minta agar SI meminta Balitbang Mineral ESDM (Tekmira) untuk mengukur kadar.
“Apa motif Bea Cukai meminta SI ‘melempar’ analisis kepada Tekmira, padahal lembaga yang menguji kadar di pelabuhan mestilah surveyor independen. Lalu apa pula motif penggunaan metoda XRF, bukannya metoda Gravimetry seperti yang sebelumnya dilaksanakan,” tuturnya.
Ia lalu meminta Presiden Joko Widodo untuk turun tangan menyelesaikan masalah yang disebutnya didalangi mafia. “Mineral ini 95 persen adalah hasil kerja rakyat, sehingga berkaitan langsung dengan kesejahteraan pekerja. Diduga terjadi upaya sistematis agar zirconium jangan sampai diespor, supaya diperoleh bahan baku murah, bagi pabrik yang mengolah hingga lolos saringan Mesh 325.”