Jakarta-TAMBANG. Selama enam tahun terakhir konversi bahan bakar minyak (BBM) menjadi bahan bakar gas (elpiji) untuk kebutuhan rumah tangga telah berjalan sukses meskipun di tahap awal sempat muncul pro-kontra yang cukup hebat. BBG terbukti lebih murah dan aman.
Pada tataran global, konversi ke BBG telah berkembang ke level kendaraan bermotor, khususnya mobil pribadi hingga kendaraan berat. Di Indonesia, contohnya adalah pemanfaatan BBG oleh bus-bus Trans Jakarta maupun armada bus lainnya. Meskipun pemanfaatannya masih terbatas, pemanfaatan BBG khusus kendaraan atau Compressed Natural Gas (CNG), dipastikan akan semakin berkembang.
Terbukti dengan meningkatnya inovasi kendaraan berbasis BBG atau Natural Gas Vehicle (NGV). Teknologi converter pun semakin memudahkan proses konversi bahan bakar pada kendaraan. Indonesia merupakan produsen gas alam terbesar di dunia. Oleh sebab itu, pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan perlu mempertimbangkan pemanfaatan stok energi yang cukup besar ini dalam perkembangan teknologi kendaraan. Apalagi, selain memiliki harga yang relative murah, teknologi NGV saat ini tergolong lebih aman dan ramah lingkungan.
Guna meningkatkan akselerasi konversi Bahan Bakar Minyak (BBM) menjadi Bahan Bakar Gas (BBG), sebuah hajatan besar digelar di Hotel Dharmawangsa, Jakarta, 18 -20 Maret 2015, bertajuk The 9th Natural Gas Vehicles & Infrastructure Indonesia Forum and Exhibition.
Ini merupakan pertemuan terbesar komunitas gas alam terbesar tahun ini yang melibatkan berbagai perusahaan nasional maupun internasional. Selain menghadirkan 200-an perusahaan dan berbagai teknologi pendukungnya, forum ini juga diwarnai dengan sejumlah diskusi yang menghadirkan para pembicara dari berbagai instansi terkait seperti Kementerian ESDM, Kementerian Perhubungan, Kementerian Industri, KADIN, PT Pertamina (Persero), PGN, SKK Migas, hingga HiswanaMigas.
Turut hadir sebagai keynote speaker, sejumlah nara sumber lain yang memiliki reputasi internasional di bidang gas alam seperti Robbi Sukardi (APCNGI), Lee Giok Seng (ANGVA), Punnachai Footrakul (PTT PLC), Fazal Ali Khan (Emirates Gas), Marc Meyer (Hexagon Lincoln), dan masih banyak lagi. Semuanya akan berbicara dalam berbagai aspek industri, bisnis dan prospek gas alam di masa kini dan mendatang.
Upaya pengalihan BBM ke BBG memang sudah jadi isu nasional dalam beberapa tahun terakhir. Tapi, tak mudah mengaplikasinnya karena berbagai kendala di lapangan, khususnya infrastruktur seperti stasiun pengisian bahan bakar gas (SPBG) yang masih minim.
Akibatnya, Indonesia tertinggal dalam upaya konversi BBM ke BBG dibandingkan sejumlah Negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, bahkan Philipina. Topik ini selalu menarik, terlebih karena posisi Indonesia yang tadinya eksportir kini jadi importir BBM sementara cadangan gas alamnya masih berlimpah.
Ini gelaran ke-9 yang diselenggarakan APCNGI (Asosiasi Perusahaan Compressed Natural Gas Indonesia) selaku asosiasi perusahaan dan komunitas nasional di bidang gas. Pelaksanaannya didukung langsung oleh ANGVA (Asia Pacific Natural Gas Vehicles Association).
Media akan diberi kesempatan khusus untuk meliput dan mengulas perkembangan teknologi CNG-NGV pada hari kedua, Kamis, 19 Maret 2015. Dari pagelaran ini diharapkan semakin banyak pihak swasta yang berinvestasi di bidang gas alam karena pasar yang sangat potensial di kawasan Asia Pasifik. Pada saat yang sama, Indonesia pun diharapkan tumbuh disentra gas alam paling cemerlang di kawasan tersebut.
Robbi Sukardi, Ketua Umum APCNGI mengatakan, pemerintah mendukung program ini dan melakukan berbagai upaya. Tapi, akan jauh lebih cepat berkembangnya jika sektor swasta menjemput bola dengan berinvestasi di bidang ini. “Forum dan pameran selama tiga hari ini lah tempatnya untuk mencermati segala hal seputar bisnis BBG dan prospeknya. Ini sekaligus kesempatan buat perusahaan yang sudah eksis untuk mempromosikan produk atau jasanya,” ujar Robbi dalam keterangan tertulisnya, Selasa (17/3).
Lebih lanjut Robbi menjelaskan, yang menjadi fokus perhatian pada tahun ini adalah kendaraan angkut berat seperti truk dan bus. Dalam kaitan itu pula pihak asosiasi secara khusus mengundang operator bus berbasis BBG untuk memaparkan segala sesuatu tentang penggunaan BBG bagi armadanya, termasuk kemudahan dan tantangan yang dihadapi.
Selain itu, tambahnya, efisiensi dan efektifitas operasional bus BBG diharapkan jadi inspirasi dan dorongan para pengusaha angkutan berat (heavy duty) lainnya. Seiring dengan itu infrastrukturnya tentu tetap harus diperbaiki, khususnya pembangunan SPBG baru di lokasi-lokasi strategis.
“Sangat ideal kalau semua truk dan bus mulai dikonversi ke BBG. Seiring waktu kendaraan-kendaraan kecil dan pribadi akan lebih mudah diarahkan memakai BBG,” katanya. Sementara itu, ungkapnya, pada hari terakhir, Jumat (20/3) ada forum khusus pembahasan biogas sebagai bahan bakar alternatif yang sudah digunakan dalam berbagai wilayah di Indonesia. Sektor ini pun layak jadi perhatian khusus karena potensinya di masa mendatang.