Jakarta-TAMBANG. Para pengusaha bauksit yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Bauksit dan Bijih Besi Indonesia (APB3I) menolakusulan yang disampaikan KADIN Indonesia terkait Insentif Percepatan Pembangunan Industri Pengolahan dan Pemurnian Mineral (IPPM) atau smelter di Indonesia. Usulan tersebut disampaikan lewat surat kepada Menteri Koordinator Perekonomian tertanggal 4 September 2015.
Bagi para pengusaha Bauksit usulan tersebut tidak mewakili aspirasi dari kalangan pengusaha bauksit. Usulan KADIN tersebut tidak lain merupakan hasil rapat ISPA yang dilaksanakan pada 2 September 2015.
Menurut Ketua APB3I Erry Sofyan Surat KADIN Indonesia pada 4 September 2015 hanya menyuarakan permasalahan dan kepentingan sebagian pengusaha nikel yang tergabung dalam Indonesian Smelting anda Processing Association (ISPA). Sejauh ini anggota ISPA hanya pengusaha nikel, smelter nikel, perusahaan asing, konsultan, broker dan trader.
Bahkan menurut Erry selama ini KADIN Indonesia selalu menyuarakan permsalahan yang terjadi di industri nikel dan bauksit dalam satu paket. “Padahal karakteristik dan keekonomian kedua industri tersebut sangat berbeda,”kata Erry. Erry pun membantah bahwa 6 perusahaan pemurnian bauksit mendukung usulan KADIN tersebut.
“Keenam perusahaan pemurnian bauksit yang tergabung dalam asosiasi tidak hadir dan tidak menyetujui keputusan rapat yang disampaikan sebagai lapiran surat KADIN Indonesia pada Menko Perekonomian tersebut,”kata Erry.
Pihak Asosiasi Pengusaha Bauksit dan Pengusaha Pemurnian Bauksit sangat mendukung kebijakan ekonomi yang akan dikeluarkan Pemerintah untuk menarik semakin banyak devisa, dengan memberikan relaksasi ekspor bauksit sampai tersedianya pabrik pengolahan dan pemurnian bauksit menjadi alumina di dalam negeri.
Apalagi menurut Erry, UU No.4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu bara (MInerba) tidak mengamanatkan larangan ekspor tetapi mengendalikan produksi dan ekspor. Hal ini dengan jelas ditegaskan pada pasal 5 ayat (2). “Oleh karenanya sepanjang belum beroperasinya industri pemurnian bauksit menjadi alumina di Indonesia, maka produksi bauksit masih boleh diekspor,”kata Erry.
Sementara Poltak Sitanggang sebagai Ketua Komite Energi dan Pertambangan KADIN Indonesia mengaku tidak mengetahui adanya rapat dan surat tersebut. “Saya tegaskan bahwa saya sebagai Ketua Komite Energi dan Pertambangan KADIN Indonesia menyatakan tidak mengetahui adanya pertemuan dan juga Surat tersebut. Mereka atas nama siapa,”tandas Poltak.
Untuk diketahui dalam usulan KADIN Indonesia yang disampaikan ke Menko Perekonomian Darmin Nasution. Ditandaskan untuk mempercepat pembangunan industri pengolahan dan pemurnian mineral pihaknya mengusulkan dua hal.
Pertama; Agar pemerintah tetap konsisten dengan kebijakan larangan ekspor mineral mentah. Konsistensi kebijakan tersebut sangat diperlukan untuk merealisasikan pembangunan Industri pengolahan dan pemurnian di Indonesia. Perubahan kebijakan dapat mempengaruhi iklim investasi yang pada gilirannya akan menurunkan minat investor untuk menyelesaikan pembangunan industri tersebut.
Kedua, Pemerintah memberikan insentif bagi pengusaha yang membangun industri pengolahan dan pemurnian mineral dalam bentuk kemudahan proses perizinan, tax holiday, pembebasan bea masuk barang modal, pembebasan PPn Impor, pembiayaan dan pendanaan dan lainnya.
Menurut Erry kebijakan relaksasi ekspor bauksit yang akan masuk dalam Paket Kebijakan Ekonomi Pemerintah tidak akan merusak iklim investasi di kegiatan pengolahan dan pemurnian mileral.
“Kalau diberi relaksasi sebenarnya tidak akan merusak iklim investasi di kegiatan pengolahan dan pemurnian karena saat ini perusahaan yang serius membangun sedang menyelesaikan proyeknya. Malah akan membantu perusahaan menyelesaikan pembangunan smelter karena sekarang sedang kesulitan cash flow setelah larangan ekspor,”katanya.
Saat ini menurut Erry ada lima perusahaan tambang bauksit yang sedang membangun. PT Well Harvest Winning Alumina Refinery di Kendawangan Kalimantan Barat, PT Bintan Alumina Indonesia di Kepuluan Riau, PT Nusapati Alumina Refinery di Tayan, Kalimantan Barat, PT Alakasa Indutrindo,Tbk di Kalimantan Barat dan PT Kotawaringin Raya Alumina. Dari kelima perusahaan yang pembangunan smelternya mengalami kemajuan hanya PT Well Harvest Winning Alumina Refinery (Harita Group).
Untuk tahap pertama dari yang direncanakan dua line dengan kapasitas 2 juta ton Alumina per tahun. Saat ini sedang dibangun menyelesaikan line satu dengan kemajuan diatas 60%. “Direncanakan pada Februari 2016 sudah bisa produksi untuk line satu dengan kapasitas 1 juta ton,”terang Erry yang juga adalah Direktur PT Harita Prima Abadi Mineral.