KEHAUSAN kilang-kilang minyak di kawasan Asia kini mendapat kesempatan untuk mencicipi lebih banyak pasokan minyak mentah. Dominasi Arab Saudi diuji oleh negara-negara penghasil minyak dari Benua Amerika.
“Dengan melakukan diversivikasi, kilang-kilang di Asia bisa mengurangi cengkraman Arab Saudi yang saat ini menguasai pasar. Mereka pastinya akan memiliki posisi tawar yang lebih baik,” ungkap Suresh Sivanandam, analis petrokimia Wood Mackenzie yang berkantor di Singapura, sebagaimana dikutip Bloomberg, Senin (1/4).
Bulan lalu sebuah kapal tangker bernama Maran Penelope berlabuh di Ulsan, Korea Selatan, membawa minyak mentah dari Meksiko. Untuk pertama kalinya dalam 25 tahun, Korea Selatan kembali mendapat pasokan minyak dari Negeri Sombrero. GS Caltex Corp Korea membeli 1 juta barel minyak mentah dari Petroleos Mexicanos (Pemex), dengan harga spot yang sangat murah.
Hanya berselang sebulan, kiriman tambahan 1 juta barel minyak Meksiko kembali diterima. Hyundai Oilbank Co, yang mengoperasikan kilang di Daesan, Korea Selatan telah memesan setidaknya 4 tangker minyak dari Meksiko untuk dikirimkan sepanjang tahun ini.
Minyak mentah dari Meksiko yang dikenal dengan nama Isthmus Light Crude memang dijual dengan harga yang sangat murah. Untuk menarik pembeli dari kawasan Asia, Pemex berani memasang harga dengan selisih US$ 7,96 per barel, di bawah rata-rata patokan harga Oman dan Dubai.
Oktober tahun lalu, Korea Selatan juga berkesempatan jadi salah satu pencicip pertama kondensat yang diproduksi Amerika Serikat. GS Caltex Corp Korea memang bergerak cepat untuk memesan 800.000 barel minyak dari Alaska, seiring kebijakan pelonggaran ekspor minyak yang ditempuh Negeri Abang Sam pasca kebanjiran minyak serpih.
Menurut data BUMN perminyakan, Korea National Oil Corp, Negeri Ginseng itu juga mencatatkan lonjakan impor minyak mentah dari kawasan Amerika. Pada tahun 2013, Kolombia, Ekuador, dan Bolivia hanya memasok 329.000 barel minyak mentah ke Korea. Angka tersebut naik berkali-kali lipat di tahun 2014, menjadi 8 juta barel.
Perusahaan minyak asal Brazil, Petroleo Brasileiro SA, juga ikut sibuk memuaskan dahaga kilang-kilang di kawasan Asia. Pada bulan Maret, sembilan tangker sekaligus dijadwalkan untuk berangkat mengangkut minyak ke Benua Asia. Harganya pun diobral, dengan selisih yang jauh dibanding harga patokan Dubai.
Tak heran bila kilang minyak milik China Petroleum and Chemical Corp di Yangzi, Tiongkok, pun tertarik. Akhir Maret lalu, perusahaan itu mengumumkan telah mulai pengolahan minyak Lula asal Brazil untuk pertama kalinya.
Permintaan minyak dari Cina juga tercatat mengalami peningkatan. Sepanjang bulan Maret 2015, Cina diperhitungkan menerima kiriman minyak sebanyak 6,8 juta barel per hari. Sementara di bulan sebelumnya, angkanya juga sudah mencapai 6,69 juta barel per hari.
Produsen minyak dari Benua Amerika kini memang mengincar kilang-kilang di Asia sebagai pangsa pasar baru. Harga murah menjadi senjata mereka untuk menantang Arab Saudi, produsen minyak terbesar yang selama ini menjadi pemasok utama kawasan tersebut.
Tak ketinggalan, India pun memanfaatkan perang harga dan ikut mereguk minyak asal Amerika Latin. Essar Oil Ltd yang memiliki kilang berkapasitas 400 ribu barel per hari, mengaku mendapatkan 35% pasokan bahan bakunya dari Amerika Latin. Tahun ini, Essar mulai mengimpor minyak berjenis Talam Heavy Crude dari Meksiko.
Berdasarkan analisa International Energy Agency, pasar Asia akan mendongkrak permintaan minyak mentah global di tahun ini. Konsumsi harian kilang-kilang di kawasan tersebut diperkirakan mencapai 31,2 juta barel, melampaui kawasan Amerika yang menyerap 31,1 juta barel per hari. Tak heran bila produsen Amerika berbondong-bondong berlayar ke timur menuju Asia.
Sumber: bloomberg.com, businesskorea.co.kr