Jakarta-TAMBANG. Asosiasi Pengusaha Mineral Indonesia (Apemindo) ragu soal rencana investasi perusahaan tambang Rusia, US Rusal di Indonesia. Infrastruktur dan fasilitas kelistrikan dinilai masih jadi penghambat utama rencana tersebut.
Direktur Eksekutif Apemindo, Ladjiman Damanik mengatakan, jika Rusal serius mau berinvestasi di Indonesia, pemerintah harus melihat pasokan listrik yang ada. Ia pesimis karena untuk mencapai tingkat elektrifikasi dan memenuhi kebutuhan masyarakat yang ideal saja pemerintah belum mampu.
“Bikin smelter alumina itu kan butuh listrik besar tidak seperti nikel, pasokannya sudah siap belum,” ungkap Ladjiman di Kantor Mahkamah Konstitusi, Rabu (3/12).
Lebih lanjut menurutnya, apabila Rusal jadi membangun smelter alumina, pasokan bauksit juga mesti diperhatikan. Ia ragu bila kapasitas pasokan bauksit dari perusahaan rekanan Rusal, PT Arbaya Energi mampu nmemenuhi kebutuhan Rusal. Ladjiman berharap Rusal bersedia menampung pasokan dari IUP bauksit yang saat ini kesulitan menjual produksinya karena larangan ekspor.
Rusal bisa mencontoh sistem plasma yang diterapkan pada sektor perkebunan. Di sistem itu, perusahaan pengolahan membina para petani dan menampung hasil panen mereka untuk diolah perusahaan. Harga jual setiap komoditi yang diserap tergantung kesepakatan dua pihak.
“Kan bisa pakai cara itu tapi yang memang agak susah karena kan tergantung dari cost produksi setiap perusahaan. Tidak bisa disamakan,” jelasnya.
Pada Februari lalu, CEO Rusal, Oleg Deripaska sebelumnya pernah mengungkapkan bahwa perusahaannya bisa saja menampung bijih bauksit dari IUP-IUP kecil asalkan karakternya masih sesuai dengan yang mereka butuhkan. “Kalau tambang bauksit mereka kualitasnya bagus akan bisa dibeli Rusal atau kami akuisisi,” ujar Oleg.