Beranda Batubara APBI Minta Pemerintah Pertimbangkan Kembali Kewajiban Penggunaan Rupiah

APBI Minta Pemerintah Pertimbangkan Kembali Kewajiban Penggunaan Rupiah

ilustrasi

Jakarta – TAMBANG. Bank Indonesia telah menerbitkan aturan baru yang mewajibkan penggunaan mata uang rupiah dalam setiap transaksi di wilayah RI. Peraturan bernomor 17/3/PBI/2015 itu diikuti dengan sebuah Surat Edaran resmi, dan akan berlaku efektif mulai 1 Juli 2015 mendatang. Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) menilai banyak hal yang seharusnya diperhatikan sebagai bahan pertimbangan kembali.

 

Pada prinsipnya kami mendukung upaya pemerintah untuk mewujudkan kestabilan nilai tukar rupiah. Namun upaya tersebut, termasuk upaya meregulasi penggunaan mata uang rupiah, haruslah dilakukan dengan mempertimbangkan berbagai aspek agar tujuan yang diharapkan tercapai,” ungkap Pandu Sjahrir, Ketua APBI, Senin (29/6) petang.

 

Dalam prakteknya, mayoritas perusahaan-perusahaan penanaman modal asing toh sudah mendapatkan izin khusus melalaui Keputusan Menteri Keuangan untuk menyelenggarakan pembukuan dalam mata uang asing. Karenanya aturan BI yang baru harus diselaraskan dengan aturan Kementerian Keuangan, sehingga tak mengganggu iklim investasi Indonesia. Selain itu, Direktur Jenderal Pajak juga sudah mempunyai aturan yang memperbolehkan penggunaan mata uang lain selain rupiah untuk beberapa perusahaan batu bara sebagai wajib pajak.

 

“Dikuatirkan hal ini akan mengakibatkan aliran modal dan investasi asing menjadi terganggu, serta memberikan sentimen negatif. Sehingga, berdampak pada pasar dan keuangan makro,” tambahnya.

 

Faktanya, Kementerian ESDM pun selama ini menetapkan Harga Batu Bara Acuan (HBA) dan Harga Patokan Batu Bara (HPB) juga dalam mata uang Dolar Amerika Serikat. Kemudian, perhitungan pembayaran Pemasukan Negara Bukan Pajak (PNBP) beserta dendanya yang dikenakan atas perusahaan batu bara pun dilakukan dalam nominal Dolar Amerika Serikat.

suksesi APBI6
Pandu Sjahrir saat terpilih sebagai Ketua APBI 2015-2018

“Hal ini juga sekaligus memperkuat fakta yang sepertinya juga perlu kami sampaikan. Harga komoditas batu bara sebagai suatu komoditas perdagangan internasional sepenuhnya mengacu pada indeks-indeks internasional, yang didasarkan pada mata uang asing, umumnya Dollar Amerika Serikat,” jelasnya.

 

Khusus untuk kasus perusahaan pemegang Perjanjian Kerjasama Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B), Pemerintah bahkan menjamin seluruh kewajiban keuangan sepanjang masa perjanjian dengan perhitungan dan pembayaran berbasis mata uang asing sesuai kesepakatan tersebut.

 

Secara teknis, kegiatan penambangan memerlukan banyak perlatan yang masih harus dibeli dengan mata uang Dolar Amerika Serikat. “Sehingga baik menggunakan alat sendiri ataupun menngunakan kontraktor, akan membuat kesenjangan pencatatan antara transaksi pengadaan dengan transaksi perolehan. Ini hanya dapat diatasi dengan cara penerapan lindung nilai (hedging), yang berpotensi menambah biaya yang akan menurunkan PPh Badan,” urainya.

 

Aturan baru BI yang mewajibkan penggunaan rupiah itu pun dinilai tak sejalan dengan ketentuan Pernyataan Standar Akuntasi Keuangan (PSAK) No. 10 Tahun 2015. Dalan standar tersebut, perusahaan diizinkan menggunakan mata uang selain rupiah sebagai mata uang pelaporan.

 

“Kami harap agar pemerintah dapat mempertimbangkan kembali pemberlakuan Peraturan BI No. 17 Tahun 2015. Dan, mengajak pelaku usaha memberikan masukan agar peraturan dan kebijakan dapat disusun berpedoman aturan perundang-undangan yang berlaku, dan dapat dilaksanakan dengan baik untuk kepentingan bangsa dan negara,” pungkas Pandu.