Jakarta-TAMBANG. Perusahaan tambang plat merah PT ANTAM sedang siap mengekspor bauksit sebesar 220.000 wmt. Hal ini dilakukan setelah mendapat rekomendasi dari Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). ANTAM mendapat rekomendasi ekspor bauksit dalam setahun sebesar 850.000 wmt.
Hal ini tentu menjadi khabar baik bagi perusahaan tambang plat merah karena akan meningkatkan pendapatannya. Seperti diketahui sejak Pemerintah menetapkan kebijakan larangan ekspor bijih nikel dan bauksit pada 12 Januari 2014, pendapatan ANTAM hanya bergantung pada produk emas dan ferronikel.
Tiga tahun berselang Peraturan Menteri ESDM No.5 tahun 2017 membuka peluang ekspor bijih nikel kadar di bawah 1,7 persen (kadar rendah) dan bauksit yang telah dicuci (washed bauxite) dengan kadar A12O3 lebih dari 42% yang tidak terserap oleh smelter di dalam negeri.
Direktur Utama PT ANTAM Ari Prabowo Ariotedjo mengakui ekspor nikel dan bauksit akan mendukung hilirisasi mineral yang telah dilakukan sejak 1974. “Ekspor bijih nikel dan bauksit oleh ANTAM akan mendukung hilirisasi mineral. Selama empat decade ANTAM senantiasa berupaya meningkatkan nilai tambah mineral yang dimiliki sejalan dengan kebijakan hilirisasi Pemerintah,”kata Arie.
Saat ini ANTAM juga berdiskusi dengan PT Inalum terkait proyek Smelter Grade Alumina yang akan di bangun di Mempawah, Kalimantan Barat. Sebelumnya Antam telah membangun smelter Chemical Grade Alumina di Tayan.
Kinerja Kuartal I
Dalam tiga bulan pertama ini, PT ANTAM membubukan laba bersih sebesar Rp.6,64 miliar. Dibanding tahun lalu terjadi kenaikan 25%. Kenaikan kinerja ini ditopang penjualan sebesar Rp.1,65 triliun dengan kontribusi terbesar dari komoditi emas senilai Rp.1,16 triliun atau 70% dari keseluruhan penjualan perseroan.
Sementara ferronikel mencatat penjualan sebesar Rp.365 miliar atau 22% dari total penjualan perseroan.
PT Aneka Tambang (Antam) optimistis target produksi feronikel 2017 akan tercapai meskipun pada kuartal I tahun ini terjadi penurunan volume dibandingkan tahun lalu akibat sejumlah kendala operasional.
Volume produksi feronikel pada kuartal I 2017 mencapai 2.934 ton nikel dalam feronikel (TNi), lebih rendah dari volume produksi periode sama tahun lalu sebesar 4.357 TNi.
Hal ini disampaikan Direktur Utama PT Aneka Tambang (Antam), Arie Prabowo Ariotedjo saat buka puasa bersama wartawan di Jakarta, Rabu malam.
Arie menjelaskan penurunan volume feronikel sehubungan dengan pengerjaan penggantian roof Electric Smelting Furnace (ESF)-3 serta optimasi peralatan produksi pabrik FeNi III di Pomalaa, Sulawesi Tenggara.
Pengerjaan fasilitas produksi yang dilakukan sejak akhir 2016 hingga Maret 2017 tersebut untuk mendukung pencapaian target produksi feronikel sebesar 24.100 TNi pada 2017. Kendala lain yang di luar prediksi, menurut Arie yakni kejadian longsor di tambang Cibaliung, yang menyebabkan produksi di tambang tersebut turun sekitar 50 persen.
Selain itu, terbakarnya fasilitas pemurnian perak milik Antam di Pulogadung, Jakarta, awal tahun ini juga sedikit menghambat kegiatan produksi.
Namun Arie yakin target volume produksi feronikel 2017 tetap akan tercapai seiring pulihnya kegiatan fasilitas produksi pada kuartal II tahun ini. “Insya Allah akhir tahun ini target produksi feronikel bisa tercapai,”terang Arie.
Sementara untuk penjualan feronikel merupakan kontributor terbesar kedua dari total pendapatan perusahaan. Penjualan feronikel pada kuartal I-2017 menyumbang Rp365 miliar atau 22 persen dari total penjualan bersih PT Antam pada periode tersebut.