Jakarta, TAMBANG – Hyundai Motor Company (HMC) dan PT Adaro Minerals Indonesia Tbk (ADMR) menandatangani Nota Kesepahaman (MoU) untuk menjamin pasokan aluminium yang stabil di tengah peningkatan permintaan manufaktur otomotif.
Aksi korporasi ini dilakukan di sela-sela pertemuan B20 di Bali Nusa Dua Convention Center, Indonesia, oleh Jaehoon Chang, Presiden dan CEO Hyundai Motor Company dan Garibaldi Thohir, Presiden Komisaris PT Adaro Minerals Indonesia, Tbk.
“Hyundai Motor Company telah mulai mengoperasikan pabriknya di Indonesia serta aktif bekerja sama dengan Indonesia di berbagai bidang dimana perusahaan dapat bersinergi dalam industri otomotif ke depannya, misalnya dengan berinvestasi di perusahaan patungan yang memproduksi sel baterai,” kata Presiden dan CEO Hyundai Motor Company, Jaehoon Chang, Minggu (13/11).
Jaehoon menyatakan kerja sama smelter aluminium ini juga diharapkan akan memperkuat kemitraan antara Hyundai Motor Company dan Indonesia dengan sinergi yang lebih kuat.
Presiden Direktur ADMR, Christian Ariano Rachmat mengatakan kerja sama ini mencerminkan kepercayaan investor terhadap proses hilirisasi mineral Indonesia di kawasan industri hijau terbesar dunia yang berlokasi di Kalimantan Utara.
“Dengan dukungan seluruh pemangku kepentingan dan Hyundai Motor Company yang memiliki rekam jejak, pengalaman, dan teknologi mutakhir untuk kendaraan listrik, kami berharap untuk mencapai tanggal operasi komersial (COD) pada kuartal pertama 2025 dan memproduksi aluminium sebanyak 500.000 TPA pada tahap awal,” bebernya.
Kerja sama ini juga dilakukan untuk membentuk suatu sistem yang komprehensif dan koperatif untuk produksi dan pasokan aluminium oleh ADMR melalui perusahaan anaknya PT Kalimantan Aluminium Industry (KAI), yang akan saling menguntungkan bagi kedua pihak.
Poin-poin kerja sama dalam Nota Kesepahaman ini meliputi produksi dan pasokan aluminium yang diproduksi KAI dan HMC berhak untuk membeli aluminium yang diproduksi KAI pada tahap awal.
Kemudian, negosiasi pertama mengenai pembelian aluminium rendah karbon yang diproduksi KAI di masa mendatang (volume offtake yang belum ditentukan pada kisaran sekitar 50 ribu TPA sampai 100 ribu TPA).
Aluminium di Indonesia yang kaya dengan sumber daya alam dan energi dipandang akan berdaya saing di masa depan. Aluminium hijau digolongkan sebagai aluminium berkarbon rendah yang diproduksi menggunakan PLTA, sumber listrik ramah lingkungan.
Alumunium ini juga diharapkan akan menjadi pasokan aluminium yang memenuhi kebijakan netralisasi karbon HMC di tengah peningkatan permintaan aluminium di antara para produsen otomotif global. Selain itu, suplai dan permintaan telah menjadi tidak stabil karena variabel-variabel situasional tak terduga yang telah mendorong peningkatan harga energi untuk produksi aluminium.