Beranda Mineral AETI Desak Pemerintah Terbitkan Revisi Aturan Ekspor Mineral

AETI Desak Pemerintah Terbitkan Revisi Aturan Ekspor Mineral

Jakarta, TAMBANG – Ketua Umum Asosiasi Eksportir Timah Indonesia (AETI), Jabin Sufianto, mendesak pemerintah untuk segera menerbitakan revisi aturan ekspor mineral.

 

Revisi yang dimaksud, ialah penyelarasan aturan main di Kementerian Perdagangan (Kemendag) dan Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 11 tahun 2018 tentang Tata Cara Pemberian Wilayah, Perizinan, dan Pelaporan Pada Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba).

 

“Saya sudah intensif bahas dengan direktorat ekspor di Kemendag sejak peraturan menteri ESDM 11/2018 keluar. Revisi sudah ditangani Kemendag, saya harap minggu ini akan keluar,” kata Jabin kepada tambang.co.id, Selasa (17/4).

 

Sejauh ini, Kemendag masih mewajibkan eksportir mengantongi rekomendasi atau tercatat dalam eksportir terdaftar di Kementerian ESDM. Tanpa rekomendasi, Kemendag tidak akan memberikan persetujuan ekspor kepada pengusaha.

 

Padahal, salah satu poin pokok Permen ESDM 11/2018 itu adalah menghapus rekomendasi ekspor dari Direktorat Jenderal Minerba. Kegiatan ekspor bisa dilakukan tanpa persetujuan Kementerian ESDM dan bisa langsung diajukan ke Kementerian Perdagangan.

 

Dampak kerugian dari tidak adanya masa transisi dalam perubahan regulasi ini, salah satunya dialami oleh PT Timah. Kegiatan ekspor komoditas timah milik emiten berkode saham TINS ini berhenti sejak jatuh tempo izin ekspor pada 6 Maret 2018. Untungnya, buyers memberi toleransi lantaran tertundanya pengiriman disebabkan faktor di luar TINS.

 

Saat ditanya, apakah anggota AETI juga mengalami kerugian yang sama seperti TINS ? “Sama, kan semua dampak dari terbitnya Permen ESDM 11/2018 dengan tidak ada masa transisi,” jawab Jabin.

 

Soal prediksi kerugian, Jabin belum bisa menyebutkan. Dia hanya memastikan bahwa kerugian, khususnya di sektor timah dan batu bara, bisa sangat besar.

 

“Kalau dihitung kerugian dari dua industri ini bisa saja sangat besar. (Tapi) saya belum bisa kira-kira jawab kerugiannya di nilai berapa. Kerugian lebih di sisi cost of fund masing-masing eskportir,” selorohnya.

 

Jabin juga mengkhawatirkan soal potensi penurunan harga. Dengan kegiatan ekspor yang terhenti sementara ini ditakutkan volume ekspor akan meroket, sehingga akan berpengaruh pada penurunan harga.