Salah kelola migas, Indonesia Bakal jadi Importir Gas
Jakarta-TAMBANG- Sejak 2002, Indonesia berubah dari eksportir menjadi importir minyak. Sejak itu juga, Indonesia tidak lagi menjadi anggota negara pengeksor minyak (Opec). Jika tidak ada perbaikan tata kelola minyak dan gas bumi [migas] secara signifikan, maka tidak dapat menutup kemungkinan, pada 2019, Indonesia akan menjadi pengimpor gas.
Hal tersebut disampaikan Marwan batubara, Direktur Eksekutif Indonesia Resources Studies [IRESS] dalam Talkshow bertema “Ketahanan dan Kemandirian Energi Untuk Negeri” yang digelar dalam rangka “Pertamina Goes To Campus [PGTC]” di Auditorium Universitas Sumatera Utara [USU] Medan, Senin, 22 Februari 2016. Hadir juga sebagai pembicara dalam kesempatan itu, Ketua Komisi VII DPR Gus Irawan Pasaribu, Corporate Secretary PT Pertamina [Persero] Wisnuntoro, dan pakar komunikasi Effendi Gazali.
Dalam diskusi yang dipandu budayawan, Butet Kertarejasa itu, Marwan menuturkan bahwa Indonesia saat ini belum bisa memiliki ketahanan dan kemandirian energi, karena ada kesalahaan dalam pengelolaan sumber daya energi. Salah satu kesalahan mendasar itu misalnya, pengelolaan migas yang seharusnya diserahkan kepada Badan Usaha Milik Negara [BUMN] ternyata saat ini diserahkan kepada Satuan Kerja Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu [SKK] Migas.
“Padahal menurut pasal 33 UUD 1945 migas harusnya dikuasai Negara dan pengelolaanya dilaksanakan oleh BUMN yakni Pertamina. Namun Undang-undang Migas Nomor 22 tahun 2001 tidak mengaturnya demikian. Pengelolaannya malah diserahkan ke SKK Migas sehingga tidak bisa dikelola secara optimal dan jelas inkonstitusional,” ujar Marwan.
Jika hal ini tidak diubah, lanjut dia, maka pengelolaan energi Indonesia akan terus terpuruk, seperti yang terjadi sejak 2002, ketika Indonesia menjadi importir minyak yang banyak menggerus devisa Negara. “Kalau tidak ada perubahan tata kelola migas maka bukan tidak mungkin Indonesia sebagai pemilik sumber daya gas, pada 2019 justru menjadi pengimpor gas,” tandasnya.
Hal senada diungkapkan Gus Irawan Pasaribu, yang menegaskan bahwa DPR tidak akan tinggal diam melihat keterpurukan pengelolaan energi Indonesia. Menurutnya, Komisi VII DPR yang dipimpinnya sedang melaksanakan revisi UU Migas Nomor 22 tahun 2001, guna mengembalikan kedaulatan energi Indonesia. Hal itu menjadi bagian dari enam program aksi transformasi bangsa yang dijalankannya. “Jelas sikap kami dari Gerindra, untuk DPR periode ini revisi UU Migas harus terjadi,” tegasnya.
Gus Irawan menjelaskan, visi dari revisi UU Migas itu antara lain adalah memperbaiki tata kelola migas, dengan mengembalikan pengelolaannya kepada Negara melalui BUMN. “Kedepan sumber daya alam migas seluruhnya harus dikelola oleh Pertamina, bukan perusahaan-perusahaan asing. Nantinya Pertamina selaku BUMN yang akan menjalin kerjasama dengan pihak lain secara B to B [Business to Business],” jelasnya.
Dalam kesempatan itu Corporate Secretary Pertamina Wisnuntoro mengakui saat ini Pertamina hanya mengelola 20 persen dari total sumber daya alam migas Indonesia. Selebihnya dikelola perusahaan-perusahaan asing dan swasta. Hal ini jelas berbeda dengan negara lain seperti Saudi Arabia yang mengelola 99 persen sumber daya alam migasnya, Tiongkok yang 80 persennya dikelola sendiri, dan Brazil yang mengelola sendiri 85 persen sumber daya alam migasnya.
Sebagai BUMN, lanjut Wisnuntoro, Pertamina saat ini terus berupaya meningkatkan ketahanan dan kemandirian energi. Diantaranya dengan terus meningkatkan produksi migas di hulu, dimana Pertamina saat ini dalam kondisi sudah sangat siap mengelola seluruh lapangan migas yang ada di wilayah Nusantara.
“Kami berharap semua blok migas yang habis kontraknya dengan pihak asing, dikembalikan ke Pertamina. Selain itu, Pertamina juga ekspansi ke lapangan migas di luar negeri. Diantaranya yang sudah berjalan saat ini adalah di Aljazair dan di Malaysia,” terang Wisnuntoro.
Selain itu, jelasnya lagi, Pertamina juga sedang meningkatkan ketahanan dan kemandirian energi di sisi hilir. Antara lain lewat proyek peningkatan kapasitas kilang minyak Pertamina, dan pembangunan kilang baru. Dengan begitu kedepan kapasitas produksi bahan bakar minyak [BBM] Pertamina akan meningkat dari sebelumnya hanya satu juta barel per hari, menjadi 2,3 juta barel minyak per hari. “Kita juga melakukan perbaikan infrastrktur dan penambahan fasilitas distribusi,” ucap Wisnuntoro.
Pada kesempatan yang sama, Effendi Gazali mengajak sedikitnya seribu lebih mahasiswa yang hadir dalam PGTC di USU Medan, untuk bergerak menjadi agen perubahan guna terciptanya tata kelola yang baik di sektor migas Indonesia. “Mahasiswa harus berbuat, karena Tuhan tidak akan mengubah nasib suatu bangsa jika bangsa itu tidak berusaha sendiri untuk mengubah nasibnya,” ujarnya mengutip pidato Presiden pertama Republik Indonesia, Bung Karno.
Saat ini, lanjut Effendi, mahasiswa sangat akrab dengan gadget dan media sosial. Maka gunakanlah media sosial untuk mengingatkan penyelenggara Negara utamanya pemerintah, agar tidak lupa pada amanat UUD 1945 tentang pengelolaan energi. “Disitulah peran mahasiswa. Ingatkan pemerintah lewat media sosial, agar kembali pada cita kemandirian dan kedaulatan energi,” tukasnya.