Jakarta, TAMBANG – Meski laju Rupiah terdepresiasi namun, tidak membuat laju pasar obligasi turut melemah di awal pekan. Justru sebaliknya dimana kembali bergerak positif. Aksi beli terbatas pada pasar obligasi dan bertahannya imbal hasil obligasi AS di awal pekan dimana tidak mengalami kenaikan turut membantu positifnya pasar obligasi.
Binaartha Institutional Research, pada 5 Mei, menganalisis, pergerakan Rupiah yang cenderung kembali melemah memberikan imbas negatif pada pasar obligasi. Adanya rilis inflasi yang dinilai positif tidak cukup mampu mengangkat pasar obligasi. Ditambah dengan aksi antisipasi terhadap pertemuan The Fed makin membuat pasar obligasi dalam negeri kian tenggelam.
Pergerakan Rupiah yang masih dalam pelemahannya memberikan imbas negatif pada pasar obligasi dimana pelaku pasar kembali melakukan aksi jualnya sehingga membuat laju sejumlah pasar obligasi masih berada di zona merah. Meski dalam pertemuan The Fed, kembali mempertahankan tingkat suku bunganya namun, belum cukup kuat menahan pelemahan pasar obligasi dalam negeri.
Di pekan kemarin, secara mingguan pergerakan imbal hasil masih tercatat variarif turun. Pergerakan yield untuk masing-masing tenor ialah untuk tenor pendek (1-4 tahun) rata-rata mengalami kenaikan imbal hasil 6,45 bps; tenor menengah (5-7 tahun) turun -6,95 bps; dan panjang (8-30 tahun) turun -2,92 bps.
Pada obligasi korporasi, kembali mengalami kenaikan. Imbal hasil obligasi dengan dengan rating AAA yang di pekan sebelumnya di kisaran 8,90-8,97 persen untuk tenor 9-10 tahun namun, di pekan kemarin bergerak di 8,93-8,99 persen. Pada rating AA, di level di level 9,32 persen-9,39 persen dari sebelumnya 9,12-9,20 persen. Rating A naik tipis di kisaran 10,62-10,88 persen dari sebelumnya 10,55-10,80 persen. Pada rating BBB dirilis di 13,02-13,08 persen dari sebelumnya 13,02-13,07 persen. Dari sisi makroekonomi, laju pasar obligasi banyak dipengaruhi kondisi eksternal.
Pergerakan pasar obligasi di pekan depan secara tren dan sentimen diharapkan dapat berbalik positif seiring telah rendahnya sejumlah harga obligasi. Pergerakan Rupiah yang masih menyimpan potensi pelemahan dapat menghalangi peluang pasar obligasi untuk dapat berbalik positif. Diharapkan pasar obligasi dalam negeri dapat kembali menemukan peluang rebound meski kenaikan ini kembali harus diuji ketahanannya. Tetap cermati pergerakan imbal hasil obligasi global selanjutnya dan sejumlah sentimen makro yang dapat mempengaruhi pasar obligasi global dan antisipasi masih adanya pelemahan lanjutan.
Spread yield obligasi Indonesia dan US Treasury tenor 10Y diperkirakan masih akan bergerak di kisaran 490-410 bps yang menandakan masih adanya risiko dari sentimen makroekonomi. Diperkirakan rentang imbal hasil obligasi SUN internal akan berada dalam kisaran ± 3-4,8 bps (5,50%-7,40%). Tetap cermati berbagai sentimen yang dapat membuat pasar obligasi kembali melemah._
Pada pekan ini, jangan lewatkan lelang surat utang negara (SUN) pada Selasa (8/5) dimana Pemerintah akan menawarkan lima seri obligasi negara. Adapun jumlah indikatif SUN yang dilelang sebesar Rp17 triliun dengan target maksimal Rp25,5 triliun. Kelima seri obligasi itu adalah sebagai berikut:
- Seri SPN12180809 (penerbitan kembali) dengan pembayaran imbal hasil secara diskonto dan jatuh tempo 9 Agustus 2018;
- Seri SPN12190510 (penerbitan baru) dengan pembayaran imbal hasil diskonto dan jatuh tempo 10 Mei 2019;
- Seri FR0063 (penerbitan kembali) dengan tingkat imbal hasil 5,625 persen dan jatuh tempo 15 Mei 2023;
- Seri FR065 (penerbitan kembali) dengan tingkat imbal hasil 5,63 dan jatuh tempo 15 Mei 2023; dan
- Seri FR075 (penerbitan kembali) dengan tingkat imbal hasil 7,50 persen dan jatuh tempo 15 Mei 2038.